JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam persidangan ke-16 Kasus Penodaan Agama di Kementerian Pertanian Jakarta Selatan, Rabu (29/3), pihak Ahok mendatangkan tujuh saksi ahli. Di antaranya Bambang Kaswanti Purwo (ahli bahasa dari Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta), dan Risa Permana Deli (ahli psikologi sosial dari Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa). Keduanya merupakan saksi ahli yang ada dalam berita acara pemeriksaan.
Sedangkan saksi ahli di luar BAP antara lain Muhammad Hatta (ahli hukum pidana) yang merupakan pensiunan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI; Hamka Haq (ahli agama Islam dan Wakil Ketua Mustasyar Persatuan Tarbiyah Islamiyah atau Perti); serta Masdar Farid Mas’udi (ahli agama Islam sekaligus Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2015-2020 dan Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia).
Ahli di luar BAP lain adalah I Gusti Ketut Ariawan, ahli hukum pidana dari Universitas Udayana, Denpasar, dan Sahiron Syamsuddin, ahli agama Islam sekaligus dosen tafsir Al-Quran di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu, kuasa hukum Ahok akan membacakan BAP dari ahli hukum pidana, Noor Aziz Said, yang berhalangan hadir dalam persidangan.
“Ada tujuh saksi ahli yang dihadirkan. Dua saksi ahli sudah ada di BAP (berita acara pemeriksaan) dan lima lainnya belum masuk,” kata Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi.
Sidang ke-16 Ahok dijadwalkan dimulai pukul 09.00. Ahok dikenakan dakwaan alternatif Pasal 156a dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Salah satu kuasa hukum Ahok, I Wayan Sidarta, mengatakan, ahli yang dibutuhkan untuk meringankan Ahok ialah ahli bahasa, agama, ilmu politik, hukum tata negara, dan gesture. Menurut dia, ahli bahasa, agama, dan gesture dibutuhkan untuk membuktikan ada atau tidak niat Ahok dalam pidatonya yang mengaitkan Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. “Jadi, ketika dia ngomong seperti itu, niat marah dan membenci kelompok tertentu ada enggak,” ujarnya.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dwiarso Budi Santiarto, mengatakan akan mempertimbangkan permohonan kuasa hukum Ahok. Dengan adanya penambahan saksi, Dwiarso mengusulkan persidangan dilakukan secara maraton. Sebab, ia menargetkan perkara diputus pada akhir Mei 2017. “Kami pertimbangkan itu, sehingga diusahakan tidak melewati lima bulan persidangan ini,” ucap Dwiarso.
Dalam sidang, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Masdar Farid Mas’udi, salah satu saksi ahli, menilai ada atau tidaknya unsur penodaan agama yang dilakukan Ahok harus dilihat dari niatnya.
Menurut Masdar, tidak masuk akal Ahok menodai agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk Jakarta menjelang pilkada. Sebab, kata Masdar, Ahok juga mengikuti kontestasi tersebut sebagai calon pertahana. (desastian)