SEMARANG (Panjimas.com) – Sri Asmoro Eko Nugroho alias Eko, salah satu dari 12 terdakwa, kasus nahi munkar Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) terhadap penyakit masyarakat, di Social Kitchen, mengungkapkan tindakan penyiksaan yang dilakukan oknum aparat kepolisian.
Hal itu disampaikan Eko saat membacakan eksepsi di depan majelis hakim, Pengadilan Negeri Semarang, Jalan Siliwangi 512, Semarang, Jawa Tengah.
“Majelis Hakim yang terhormat, ijinkanlah saya menyampaikan eksepsi sebagai berikut. Saya Terdakwa I, Sri Asmoro Eko Nugroho mengalami cacat fisik akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisisan dalam menangkap kami pada hari Selasa, 27 Desember 2016,” katanya di ruang sidang, Rabu (29/3/2017).
Menurut Eko, oknum polisi Polda Jateng menangkapnya dengan memborgol kedua tangannya, saat akan berangkat kerja di daerah Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah. Selain mata dilakban ditambah plastik berwarna merah, kata dia, polisi tak cukup puas, baju gamis yang dipakainya pun digunakan membungkus kepalanya.
“Saya saat itu dipukul oleh beberapa polisi tersebut. Dan yang lebih menyakitkan lagi muka saya juga diludahi oleh polisi tersebut. Selanjutnya, bagian tubuh saya juga dipukuli mulai kepala dada dan juga perut, kemudian saya dilemparkan kedalam mobil,” tandasnya di depan majelis hakim.
Terkait penyiksaan yang menimpa dirinya, Eko berharap pihak Inspektur Pengawas Daerah (IRWASDA) Polda Jateng dan Divis Profesi dan Pengamanan (PROPAM), untuk menindak para oknum polisi pelaku penyiksaan.
“Saat penyidikan pun saya sempat diancam akan disetrum dan dipukul dengan ikat pinggang. Sehingga kami berharap Irwasda Polda Jateng dan Propam dapat menindaklanjuti informasi tersebut,” ujarnya.
Demikian pula ia berharap adanya tindakan dugaan penyiksaan tersebut, bisa menjadi catatan majelis hakim dalam pengambilan keputusan.
“Demikian juga kami berharap informasi tersebut dapat menjadi catatan majelis hakim untuk memutuskan nantinya. Karena ibarat manusia, bayinya sudah tidak sempurna,” tandasnya. [AW/SY]