JAKARTA (Panjimas.com) – Sidang ke-16 kasus Ahok rampung sekitar pukul 21.30 WIB. Dalam sidang tersebut, tim kuasa hukum Ahok menghadirkan enam saksi ahli, diantaranya Ahli bahasa dari Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Bambang Kaswanti Purwo.
Dalam persidangan, Bambang menyatakan bahwa pidato Ahok bukan berfokus pada Surat Al-Maidah ayat 51. Kalimat “Dibohongi pakai Surat Al-Maidah” diucapkan oleh Ahok dengan nada rendah.
Karena nada suaranya rendah, Bambang menilai, “Dibohongi pakai Surat Al-Maidah” merupakan anak kalimat. Sedangkan dalam membangun sebuah kalimat, yang dipentingkan adalah induk kalimat. Apalagi, menurut dia, induk kalimat dalam pidato Ahok diucapkan dengan nada keras.
Jaksa penuntut umum kemudian mempermasalahkah keterangan ahli bahasa dari Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta itu, yang menyatakan kata ‘dibohongi’ saat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51, tidak penting.
“Saudara menjelaskan tidak begitu ditonjolkan dan tidak dipenting. Maksud pada saat mengucapkan kalimat ini, itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan?” tanya salah satu jaksa dalam sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, hari ini, Rabu, 29 Maret 2017.
Bambang pun menjawab pertanyaan tersebut, “Untuk bisa menilai penting, tidak penting, kita harus mengamati keseluruhan rangkaian. Fokusnya bukan pada Al-Maidah, bisa dibuktikan dengan nada suara.”
Dalam linguistik pelajari psikologi?” tanya jaksa lagi. “Tidak termasuk,” jawab Bambang.
“Makna yang terkandung pada saat si pembicara ucapkan berarti hanya dia yang mengetahui, mengapa saudara langsung ambil kesimpulan tidak penting. Berarti saudara ahli psikologi?” cecar jaksa.
“Bukan,” kata Bambang. “Untuk mengetahui penting dan tidak penting bisa dilihat struktur bahasa. Info dianggap penting untuk dikomunikasikan pada orang lain, pasti ada pilihan struktur. Kita tahu ada induk kalimat, anak kalimat. Di dalam membangun suatu kalimat, pasti yang dipentingkan muncul di induk kalimat, kalau tidak penting di anak kalimat.”
Analisis Bambang, struktur itu membuktikan bahwa yang dimasalahkan Al-Maidah tadi tidak diposisikan dalam struktur konstruksi induk kalimat. In anak kalimat. “Saya bisa buktikan melalui analisis wacana. Apakah makna yang diucapkan dibohongi itu, kan kalimat ini satu rangkaian yang memiliki makna. Bahwa topiknya budidaya lalu di tengah ada kata-kata “dibohongi”.
Anda menyimpulkan tidak penting?” tanya jaksa lagi. “Bukan masalah penting tidak penting, tetapi lebih dan kurang,” jawab Bambang.
Sementara itu Ahli agama Islam yang juga dosen tafsir Al-Qur’an Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sahiron Syamsuddin, juga menyatakan bahwa Ahok tidak menistakan agama. “Pak Ahok mengkritik para politisi yang menggunakan Surat Al-Maidah ayat 51 untuk kepentingan politik tertentu.”
Teguh mengatakan, saksi ahli yang dihadirkan oleh tim penasehat hukum mampu membuktikan bahwa Ahok tidak menistakan agama. “Karena itu kami mohon masyarakat Jakarta dalam pilkada yang akan datang untuk tidak ragu-ragu dalam menggunakan haknya,” ujar Teguh. (desastian)