SOLO (Panjimas.com) – “Sebaik-baik tempat adalah Masjid dan seburuk-buruk tempat adalah Pasar,” demikian hadist riwayat Ibnu Hibban. Mengutip hadist itulah KH M Jazier, ASP, Ketua Majelis Syuro Masjid Jogokariyan, Yogyakarta mengawali kajian Akbar di komplek Sekolah Menengah Atas (SMA) Al Islam 1, di jalan Honggowongso, Tipes, Serengan, Solo, Jawa Tengah Selasa (28/3/2017).
Jazier menganggap masjid sebagai nilai dasar sebuah peradaban yang mendorong manusia untuk tunduk dan patuh pada Allah Ta’ala. Sedang pasar mengajak manusia tunduk kepada hawa nafsu. Kata dia, masyarakat yang tumbuh dan berkembang dengan diawali dari masjid maka menjadi sebaik-baik peradaban, begitu pun sebaliknya.
“Artinya bahwa pertarungan di dunia ini antara masjid dan pasar. Karena peradaban manusia hanya ada dua saja, peradaban yang beralas masjid dan peradaban yang beralas pasar. Kalau masyarakat itu tumbuh dan berkembang di pasar maka seburuk-buruk peradaban,” katanya.
Masyarakat yang perkembangan hidupnya paling besar pada segi ekonomi karena terlihat geliat pasarnya, justru akan menjadikan peradaban kapitalis yang merusak. KH Jazier menyoroti bahwa kepemimpinan di Indonesia sudah terbeli oleh kapitalis barat yang telah mengeruk kekayaan Indonesia. Aset negara yang dijual pada asing dan aseng bukti kapitalis menguasai.
“Kapitalisme itulah yang sangat berbahaya, dari segi ekonomi mereka akan menguasai. Negeri kita sejak dahulu dari Jakarta menguasai Indonesia dengan materialisme, kolonialisme, kapitalisme, imperalisme,” ucapnya.
KH Jazier dalam merintis Masjid Jogokariyan menjadi pusat pergerakan dan peradaban di wilayah Yogyakarta mengaku tidak mudah kala merintisnya. Tujuan dia, Jogokariyan menjadi tempat bertukar pikiran, membangun dari kampung hinggga menjadi percontohan masjid lain. Dalam satu visi dan misi menegakkan syariat Islam yang diawali dari masjid.
“Kami Masjid Jogokariyan memiliki misi dari masjid membangun kampung-kampung. Kalau ada masjid yang kajiannya hanya hari besar Islam saja, itu hanya akan mengenal Islam sebagai pengetahuan, ini yang namanya tanpa berkah ya begitu,” tuturnya.
Selain itu, dalam ceramahnya, KH Jazier juga menyinggung, bila ada pihak-pihak yang mengaku ingin menjujung sebuah negeri yang beradab, tapi justru tak menjadikan kitab suci Al-Qur’an sebagai way of life. Apalagi sampai pongah, menganggap Al-Qur’an sudah tidak relevan di tengah zaman.
“Sekarang Kiai malah justru meragukan Al-Quran, doktor, Kiai haji pimpinan besar organisasi Islam mengajarkan bahwa ayat 51 surat Al Maidah sudah nggak relevan. Untuk apa belajar pada dia, kyai nggak ada gunanya, lha wong Al-Quran saja dianggap nggak berguna, apalagi kiainya. Ini dia sedang membunuh dirinya sendiri,” tandasnya. [SY]