TEL AVIV, (Panjimas.com) – Kepolisian Israel memutuskan untuk melarang warga Arab-Israel untuk memperingati “Hari Nakba”, hari Israel merayakan “kemerdekaan” negara mereka.
Haaretz melaporkan bahwa “Kepolisian Israel tidak akan memiliki sumber daya yang cukup untuk mengamankan acara tersebut karena liburan” sebagai akibat dari perayaan Hari Kemerdekaan ke-69 Israel yang diadakan pada hari yang sama.
Pawai massal tahunan kembali diadakan atas dasar salah satu desa Arab yang hancur selama peristiwa Nakba 1948.
“Kami yakin ada motif politik,” pungkas pengacara Wessam Areed, yang mengajukan permintaan izin tersebut, kepada Haaretz.
“Kami akan menuntut hak kami untuk memperingati acara tersebut dan akan berkomitmen untuk semua kondisi untuk menjamin kesejahteraan dan keamanan peserta pawai.”
Sementara itu, untuk diketahui, rakyat Palestina menggunakan kata “Nakba” untuk memaknai peristiwa “bencana” dalam bahasa Arab. Ini merujuk pada penghancuran ratusan desa dalam sejarah Palestina dan pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari tanah air mereka oleh kelompok-kelompok Zionis bersenjata dengan kepentingan untuk membuat jalan bagi pembentukan negara baru Israel pada tahun 1948.
Konflik Israel-Palestina dimulai pada tahun 1917 ketika pemerintah Inggris, dalam deklarasi yang terkenal disebut sebagai “Deklarasi Balfour,” menyerukan “pembentukan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.”
Pada tahun 1948, sebuah negara baru mengklaim sebagai negara “Israel” – didirikan di atas tanah Palestina yang berdaulat.
Sekitar 15.000 rakyat Palestina tewas, kemudian sekitar 800.000 dipaksa menjadi pengungsi, bahkan sebanyak 531 desa hancur dalam serangan oleh kelompok-kelompok Yahudi bersenjata pada saat itu.
Diaspora Palestina sejak itu menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Para pengungsi Palestina kini tersebar di seluruh wilayah Yordania, Lebanon, Suriah dan negara-negara lain, sementara itu masih banyak pula warga Palestina yang menetap di kamp-kamp pengungsian di Palestina, yakni di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Menurut UN Relief and Works Agency (UNRWA), Badan khusus PBB, saat ini ada lebih dari 5 juta pengungsi Palestina yang terdaftar.
Bagi rakyat Palestina, hak pengembalian tanah air mereka dan rumah-rumah mereka dalam sejarah Palestina tetap menjadi tuntutan utama. [IZ]