KUTAI BARAT (Panjimas.com) – Mualaf Center Indonesia (MCI) bekerja sama dengan Lembaga Managemen Infaq (LMI) menggelar khitanan (sunat) massal yang diikuti ratusan mualaf dari berbagai suku Dayak dan masyarakat Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Sabtu (25/3/2017).
Daerah yang dihuni suku Dayak, Bugis, Banjar, Kutai, Jawa, dan lainnya itu mayoritas banyak berasal dari Non Muslim. Hal itu berubah karena dakwah Pondok Pesantren Assalam, Barong Tongkok pimpinan Ustadz Arif Heri Setyawan, yang berdiri tahun 1992.
Tantangan dakwah Ponpes Assalam yang berat di tengah pegunungan, hutan dan luasnya sungai Mahakam menjadi menu sehari-hari santri Assalam. Hasilnya banyak warga kenal Islam kemudian menjadi mualaf. Pembinaan dilakukan dengan menggelar kajian keislaman dan mengkhitankan mereka yang telah memeluk Islam. Maka pesantren Assalam kerap menggelar khitanan massal.
“Terima kasih kepada Laznas LMI dan MCI yang telah berkontribusi penuh kegiatan khitan mualaf. Semoga donatur Laznas LMI amal baiknya diterima Allah subhanahu wata’ala dan mendapatkan keberkahan dari kegiatan khitan massal mualaf ini,” kata Ustadz Arif.
“Banyak di antara mualaf belum paham tentang tata cara bersuci dan Adab sesuai syariat Islam, salah satunya adalah tentang Khitan. Memang khitan ini bukan hanya untuk mualaf asli suku Dayak, tapi untuk mereka juga yang beragama lain,” Ujar da’i kelahiran Kediri, Jawa Timur itu.
Agung Heru Setiawan, direktur Laznas LMI menyampaikan rasa bahagia dan harunya menyaksikan kegiatan khitan mualaf massal ini.
“Laznas LMI berkesempatan berkontribusi kegiatan ini semata- mata ingin menjalankan amanah donatur yang telah mempercayakan dananya untuk kegiatan khitan massal mualaf ini, semoga khitan mualaf ini mampu menambah semangat untuk belajar Islam dan menjadi muslim yang kaffah,” ucap Agung.
Sementara itu, Hatta mengaku di usianya 44 tahun baru mengenal Islam dan kewajiban sunat bagi umat Islam laki-laki. Masalah kemiskinan dan tidak adanya puskesmas di kampung membuat mereka yang ingin khitan harus menempuh jarak ratusan kilometer dengan medan yang berat.
“Saya kemarin syahadat di umur 44 tahun, dan baru tahu kalau Islam harus disunat,” kata Hatta, petani asli suku Dayak kampung Gemuruh.
Khitanan Masal yang ke 9 ini digelar sampai besok ahad (26/3), dikuti 1020 orang, baik mualaf, maupun Protestan dan Katolik. Untuk hari ini 600 peserta diprioritaskan yang rumahnya jauh, 420 peserta akan dikhitan keesokan harinya. [SY/Amru]