SOLO (Panjimas.com) – Al Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Muhammad salallahu ’alaihi wa sallam bagi seluruh umat manusia sampai akhir zaman.
Saat ini tersebar berbagai macam bentuk dan model Mushaf Al Quran, mulai dari alasan mudah dibawa, sampai pada keistimewaan Al Quran itu sendiri. Tapi tahukah kita umat Islam bahwa Al Quran yang dicetak dan dinikmati oleh umat Islam di Indonesia, 70 sampai 75 persen pabrik percetakan dimiliki oleh Non Muslim.
Keterangan ini dibeberkan Ustadz Aris Munandar, Lc, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang mendapatkan data real dari Dinnar Holding. Karena alasan tersebut dan adanya momen Spirit 212, dia membuat gerakan Nasioanal Wakaf Mushaf Al Quran Syariah yang pertama dengan target lima juta Mushaf Al Quran Syariah.
“Gerakan kita ini menyelamatkan Mushaf Al Quran ini, agar tetap terjaga kesuciannya, kemuliaannya dan tetap berada ditangan umat Islam. Otomatis akan ada percetakan lain milik saudara kita muslim, yang diharapkan secara berangsur-angsur akan menyesuaikan harapan kita tadi. Agar bahan bakunya memastikan halal, dan SOPnya benar dan juga kepemilikan 100 persen orang muslim. Dan gerakan ini diharapkan tidak lagi mencetak ke percetakan non muslim,” katanya, Sabtu (25/3/2017).
Sementara itu, prosentase umat Islam pada tahun 2010 mencapai 87,2 persen penduduk Indonesia. Sedang kebutuhan Al-Quran secara Nasional sebesar 37 juta eksemplar pertahun, mengacu data yang disampaikan APQI (Asosiasi Percetakan Quran Indonesia).
Menurut Rahmat Ari Purwanto, mantan CEO Rumah Zakat, saat memberikan presentasinya didepan pimpinan Pesantren se-Jawa Tengah, mengatakan hampir 70 sampai 75 % pabrik percetakan Mushaf Al-Quran milik non muslim. Artinya ada keraguan atas sumber material, adab penanganan mushaf dan limbahnya.
“Sekarang ini pasar baru terpenuhi sebesar 5 juta eksemplar, dan fakta bahwa pangsa pasar percetakan dan penerbitan Al-Quran dikuasai oleh non muslim. Kalau bapak-bapak tahu yang namanya penerbit Al Qolam, ini omsetnya 186 milyar setahun, pemiliknya adalah seorang Kristen. Pertanyaannya kemana percetakan yang dimiliki muslim? Bangkrut, mereka enam bulan tidak dibayar sanggup, sementara milik muslim tiga bulan tidak dibayar gulung tikar,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ari menunjukkan fakta bahwa dalam penerbitan dan percetakan Al Quran yang dimiliki oleh non muslim secara SOP (Standar Operasional Pekerjaan) tidak sesuai kaidah syariah.
Penanganan limbah Al Quran sering disalahgunakan, sebagaimana sempat mencuat kasus terompet berbahan Mushaf Al-Quran. Agar kasus ini tak terulang lagi tentu penanganannya harus sesuai syariah.
”Lalu bagaimana SOPnya, bahan baku, perlakuan dan limbahnya, banyak sekali temuan-temuan yang menurut kami seharusnya tidak ada. Bahan baku boleh jadi tidak sesuai kaidah, bagian tubuh babi paling tidak untuk 185 keperluan yang nomor 18 digunakan untuk membuat kertas. Gelatin dari tulang digunakan untuk meningkatkan kekakuan dan mengurangi kelembaban kertas. Sementara nomor 34, digunakan untuk lem transparan. Lem sangat kuat yang digunakan dalam industri perkayuan diturunkan dari kolagen babi,” imbuhnya. [SY]