JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait berharap, kepolisian tak hanya berbicara bahwa isu penjualan organ tubuh adalah hoax atau berita bohong.
Arist mengatakan, sebelum isu penjualan organ tubuh heboh di Indonesia, pihaknya mendapatkan informasi adanya keberadaan iklan daftar harga organ tubuh di Malaysia dan Singapura. Terlepas benar atau tidaknya isu penjualan organ tubuh, Arist tetap meminta masyarakat untuk tetap waspada.
“Kejahatan penculikan dan penjualan organ tubuh itu sangat mungkin terjadi. “Saya berharap itu tidak terjadi. Tapi perlu diwaspadai, supaya predator-predator yang punya niat itu tidak leluasa. Bagaimanapun mereka harus kita kepung,” ucap Arist di kantor Komnas Perlindungan Anak, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (24/3).
Kejahatan penculikan dan penjualan organ tubuh, kata Arist, dalam beberapa kasus di negara lain, seperti Nepal terbukti benar adanya. Anak-anak di Nepal dikirimkan ke beberapa negara seperti Jepang untuk dijual organ tubuhnya. Kasus itu terjadi lima tahun lalu dan sempat menjadi isu internasional.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arsrorun Niam Sholeh meminta masyarakat tak membesar-besarkan informasi yamg terkait dengan modus penculikan anak. Isu munculnya beragam modus penculikan sedang marak tersebar, dan tak jarang berpotensi menimbulkan tindakan main hakim sendiri.
“Kami sampaikan dalam pengawasan KPAI, itu kasusnya ada yang benar, tapi banyak yang hoax,” ujar Asrorun di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Maret 2017.
Dia pun mengimbau masyarakat tak menjadikan kasus penculikan anak sebagai viral di media sosial. Sebab, isu yang
dibuat viral akan memicu ketakutan yang berlebihan pada masyarakat.
“Kalau ada ya laporkan saja pada aparat penegak hukum. Kami imbau masyarakat memberi perhatian dalam proses pengasuhan dan pengawasan anak, jangan abai,” ujar dia.
Sebelumnya, polisi menduga pelaku penyebaran video hoax penculikan anak secara sengaja menyebarkannya untuk menimbulkan ketakutan masyarakat. Melihat pola penyebaran video penculikan itu, pihak kepolisian menilai ada upaya untuk menyerang pemerintah, menciptakan opini publik seolah-olah pemerintah tidak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa.
Agar masyarakat percaya, para penyebar memasukkan obrolan dalam video itu dengan bahasa daerah di wilayah yang disebarkan. Misalnya akan disebar ke Madura, maka obrolan dalam video pakai bahasa Madura, bila disebarkan ke Aceh pakai bahasa Aceh. Termasuk juga muncul video serupa versi bahasa daerah Papua. (desastian)