JAKARTA (Panjimas.com) – Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab menegaskan, politik itu tergantung siapa yang menjalankan. Jika politik dikelola dan dijalankan atas dasar iman dan taqwa, maka itulah yang diharapkan. Tapi jika politik dikelola dengan syahwat, maka politik pun menjadi kotor.
“Karena itu sudah menjadi kewajiban ulama untuk tidak membiarkan politik menjadi kotor, atau politik yang tidak bertentangan dengan syariat,” kata Habib dalam Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) ke-8 di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq, Ponpes Husnayain, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu (25/3) pagi.
Yang disebut politik kotor itu adalah, kata Habib, jika ada yang memutarbalikkan hadits nabi, atau korupsi dalil untuk menyesatkan manusia. Politik kotor itu jika yang diajarkan adalah atheis dan sekuler. Ulama wajib membersihkan politik kotor.
Dengan segala cara, kaum liberal hendak menjauhkan umat Islam dari urusan politik. Bahkan umat islam tidak boleh diajarkan politik. Kalau umat Islam dan ulama tidak ikut politik, lalu politik dikuasai oleh orang rusak, bisa-bisa nanti UU LGBT dan nikah sejenis dilegalkan.”
“Bajingan, koruptor, orang fasik, musyrik dan munafik tidak boleh memimpin Jakarta. Karena itu, Jakarta harus dipimpin oleh orang beriman, sehingga terwujud baldatun warobbun ghafur. Umat Islam harus siap merebut Jakarta,”ungkap Habib.
Habib mengajak umat Islam agar terus berjuang memenangkan gubernur Muslim. Umat Islam jangan berkecil hati, jika paslon nomor dua dibeking sembilan naga.
“Berpegang teguhlah dengan tali dan hukum Allah. Bersatulah dan jangan sekali-kali kalian bercerai berai. Karena persatuan itu sumber kekuatan. Jika umat Islam bersatu, insyaallah ada keberkahan dan pertolongan Allah. Sekali lagi, umat Islam jangan mau dipecah belah. Pilihlah gubernur muslim.”
Habib menegaskan, seperti difirmankan Allah Swt dalam Al Qur’an, Yahudi dan Nasrani tak boleh menjadi seorang pemimpin. Menyinggung kata aulia dalam surat Al Maidah, bisa diartikan temen setia, orang kepercayaan, pelindung dan pemimpin.
“Kalau teman setia aja nggak boleh jadi kepercayaan, apalagi menjadi pemimpin. Muslim wajib menjadi pemimpin setia, orang kepercayaan dan pelindung,” ungkap Habib. (desastian)