Jatim (Panjimas.com) – Potongan Soal tendensius PKn Ujian Sekolah Berstandar nasional (USBN) yang viral di media sosial, mendapat tanggapan dari pihak Kementerian Agama. Pihak sekolah diminta untuk tidak membuat kisi-kisi soal yang singgung SARA dan memancing intoleransi.
Kementerian Agama mengonfirmasi adanya soal ujian akhir yang menyebut Islam garis keras di Jawa Timur, Kamis (23/3). Soal tersebut menyebut Islam garis keras melakukan penyisiran di gereja dan dikaitkan dengan pelanggaran UUD.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah M Nur Kholis Setiawan di Jakarta, Rabu (22/03), sudah meminta pihak Kanwil Kemenag Jawa Timur untuk segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat.
Menurutnya, proses koordinasi perlu dilakukan karena 80 persen soal USBN dibuat oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sesuai mata pelajaran pada masing-masing Kanwil atau Dinas setempat. “Proses koordinasi ini diharapkan akan dapat menelusuri soal itu dibuat oleh siapa, dan bagaimana penjelasannya,” ujarnya.
Kasubdit Kurikulum Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Basnang Said juga sudah konfirmasi ke tim kemenang di Jatim. “Saya sudah konfirmasi ke teman-teman di kemenag Jawa Timur, itu soal memang benar ada,” katanya kepada Republika.
Namun, ia menegaskan soal tersebut tidak dibuat oleh pihak kemenag atau madrasah yang menyelenggarakan USBN juga. Ujian akhir sekolah saat ini memang terdiri dari UN dan USBN. Soal-soal UN dibuat terpusat, sementara USBN sebagian besar soalnya dibuat oleh tim pembuat soal di masing-masing provinsi.
Basnang mengatakan selama ini pembuatan soal USBN terpisah antara sekolah biasa dan madrasah. Sekolah biasa menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan masing-masing provinsi. Sementara ujian madrasah jadi tanggung jawab kemenag.
Basnang menegaskan soal yang kemarin viral bukan produk kemenag. Menurutnya, soal-soal yang dibuat untuk madrasah sudah melalui proses ketat, seperti ada penandatanganan pakta integritas bagi pembuat soal. Sehingga tidak ada masalah.
Soal-soal USBN dibuat dari 25 persen soal pusat dan 75 persen dari tim masing-masing provinsi. Kisi-kisi soal dibuat dari pusat. Soal-soal tersebut seharusnya tidak boleh menyinggung SARA, memicu intoleransi dan lainnya yang menimbulkan masalah di masa depan.
Basnang menyayangkan hal ini bisa terjadi. Padahal sebelumnya ia telah meminta agar penyusunan soal juga melibatkan kemenang atau guru-guru madrasah. Pasalnya, ada sekolah madrasah yang juga menjalankan USBN dan mengujiankan mata pelajaran umum.
Lebih lanjut, ia menyarankan sebaiknya setiap pembuatan soal pun ada validasi dan pembacaan ulang. “Tidak boleh singgung SARA, mancing intoleransi, islam tidak bersahabat tidak harmonis, jika ada validasi, maka tidak ada hal-hal yang jadi masalah di kemudin hari,” katanya.
Menurut Basnang, sejauh ini kewenangan Kemenag hanya konfirmasi apa ada guru madrasah yang ikut membuat soal tersebut dan ternyata memang tidak ada. Pasalnya begitulah kebijakannya, soal USBN sekolah biasa berada dibawah kendali dinas pendidikan provinsi.
Kedepan, Basnang berharap dinas pendidikan mewajibkan pelibatan guru-guru madrasah yang mengajar mata pelajaran yang di USBN-kan untuk pembuatan soal. Meski ia sudah mengusulkan namun belum ada kebijakan tertulis. (desastian)