JAKARTA (Panjimas.com) – Aneh bin ajaib. Selama ini, tim kuasa hukum Ahok di persidangan penistaan agama, selalu menolak jika saksi ahli datang dari MUI, seperti Prof. Dr Yunahar Ilyas (Wakil Ketua Umum MUI) dan KH. Hamdan Rasyid (Komisi Fatwa MUI. Sementara itu, Ahmad Ishomuddin yang menduduki posisi Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI malah diterima.
Hal itu dikatakan Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ustadz Fahmi Salim, menilai langkah kubu Ahok menghadirkan Ahmad Ishomuddin sebagai saksi ahli sebagai tindakan yang inkonsisten.
“Dia sendiri kan dalam CV-nya sebagai anggota komisi fatwa MUI dan juga di PBNU. Berarti dia dimanfaatkan oleh tim Ahok yang menolak saksi ahli MUI, berati tidak konsisten,” kata Fahmi, Rabu (22/3) di Jakarta.
Menurut Fahmi, saksi ahli dari PBNU yakni KH. Miftahul Achyar sudah jelas menyatakan ucapan Ahok telah menistakan agama dan sangat berpotensi menyesatkan umat Islam. Jadi tafsir Ahok, tafsir sesat. “Jadi dari dua ormas dia (PBNU dan MUI) bertentangan dengan sikap dia pribadi,” katanya.
Melihat pernyataan Ishomuddin yang membela Ahok, Fahmi mengaku tidak heran. Sebab, selama ini, dosen IAIN Raden Intan, Lampung itu memang sudah pro Ahok.“Pernyataannya muncul di buku 7 dalil halalnya muslim memilih pemimpin kafir,” tukas Fahmi.
Selanjutnya, Fahmi menanggapi tafsir Ahmad Ishomuddin yang mengartikan aulia dalam surat Al Maidah ayat 51 sebagai teman setia. Master bidang Tafsir Qur’an di Universitas Al Azhar, Kairo ini menilai makna “teman setia” dengan pemimpin juga tidak berbeda karena teman setia terkandung dalam aspek kepemimpinan.
“Teman setia dengan pemimpin itu sama karena pemimpin itu meniscayakan kesetiaan. Kesetiaan rakyat pada pemimpinnya dan kesetiaan pemimpin untuk mewujudkan harapan rakyat,” jelas dia.
Fahmi justru mempertanyakan, jika makna auliya dalam surat Al Maidah ayat 51 dipersempit menjadi “teman setia”. Hal ini sama saja melarang seorang muslim berteman dengan orang-orang kafir. Jika demikian, Fahmi bertanya, mengapa para pendukung Ahok yang beragama muslim justru berteman setia kepada Ahok. “Lha Anda berteman setia dengan orang yang menista agama. Itu sudah dilanggar. Jadi ini kontradiktif,” kata dia.
Fahmi mengatakan, kalau kata auliya dimaknai teman setia persoalannya menjadi semakin rumit. “Kita tidak boleh dagang, bisnis, partner dalam pekerjaan dengan orang-orang kafir. Itu kan menunjukkan teman setia,” katanya.
Padahal, lanjut Fahmi, Al Qur’an sangat membolehkan kita untuk berbuat baik kepada mereka sepanjang mereka tidak melawan umat Islam. “Al Qur’an meminta kita berbuat adil kepada non muslim selama mereka tidak mengangkat senjata kepada kita. Itu berarti berteman setia dengan non muslim di kantor, boleh saja dan sah. Kalau itu dilarang, bubar, ayat Qur’an semuanya,” terang dia.
Fahmi mengungkapkan, kenapa para ulama sangat jeli dan cermat, memahami bahwa makna auliya adalah pemimpin, karena seorang pemimpin dicintai dan ditaati perintahnya, aturan-aturannya yang mengikat hajat hidup orang banyak. “Jadi sikapnya (Ahmad Ishomuddin) bertentangan dengan sikap organisasi dan ijma’ ulama di MUI,” jelasnya. (desastian)