ANKARA (Panjimas.com) – Menyusul berlanjutnya ketegangan diplomatik antara Turki dan Eropa selama kampanye politiknya Selasa (14/03), Presiden Recep Tayyip Erdogan menuding keterlibatan Belanda dalam pembantaian Muslim Srebrenica, “Srebrenica massacre”.
“Kami mengetahui pemerintah Belanda dan orang-oraang Belanda terlibat dalam pembantaian Srebrenica,” tegasnya, mengacu pembantaian lebih dari 8.000 pria Muslim dan anak laki-laki Bosnia pada tahun 1995 .
“Kami tahu bagaimana mereka itu pengecut dan berbuat tercela karena mereka membantai 8.000 Muslim Bosnia”, pungkasnya, dikutip dari Anadolu.
Pembantaian di kota Bosnia timur itu dikenal luas sebagai pembunuhan massal terburuk sejak era Perang Dunia II, “Srebrenica massacre” terjadi ketika satu Batalion pasukan penjaga perdamaian PBB asal Belanda, gagal melindungi warga sipil dari para pembantai pasukan Serbia-Bosnia.
Demikian pidato Erdogan didepan para pendukungnya di Ankara, Erdogan menambahkan, “Tidak ada pihak manapun yang harus memberikan kami pelajaran dalam peradaban. Sejarah mereka gelap sementrara kami bersih.”
Pada bulan Juli 2014, Pengadilan Belanda memerintahkan pemerintah Belanda untuk memberi kompensasi kepada lebih dari 300 keluarga korban Srebrenica, Pengadilan berpandangan bahwa pasukan penjaga perdamaian seharusnya tahu mereka akan dibunuh.
Komentar keras Erdogan itu menanggapi penolakan Belanda pada akhir pekan lalu mengizinkan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dan Menteri Urusan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya untuk berpidato di depan warga Turki di Rotterdam terkait referendum konstitusi Turki 16 April.
Otoritas Belanda menolak izin penerbangan Cavusoglu masuk ke wilayahnya dan ketika Menteri Urusan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya mencoba untuk melangkah masuk, Kaya dicegah memasuki Konsulat Turki di Belanda oleh polisi dan dikawal ke perbatasan Jerman untuk dideportasi.
“Dengan menampilkan Turki sebagai negara yang mensponsori teror pada hari Sabtu (11/03), Belanda sangat merusak Uni Eropa, nilai-nilai EU tidak lagi berdasarkan blok hukum dan kebebasan,” imbuh Erdogan.
Sebelumnya, Ankara menolak seruan untuk melenturkan ketegangan dengan Eropa, saat Kementerian Luar Negeri Tu7rki menyebut posisi Uni Eropa, “tidak benar” dan “berpandangan dangkal”. [IZ]