JAKARTA (Panjimas.com) – Mutasi Polri berdasarkan TR tgl 11 Maret 2017 kemarin adalah mutasi biasa dan tidak ada yg istimewa. Mutasi itu karena 3 hal. Pertama, adanya sejumlah perwira yang pensiun. Kedua adanya sejumlah perwira yang mengikuti pendidikan Sespimti. Ketiga adanya perwira polri yang dipindahtugaskan ke luar institusi polri untuk memperkuat lembaga atau institusi yang membutuhkan peran kepolisian.
Menurut Presidium IPW, Neta S Pane, dari mutasi ini terlihat ada semangat konsolidasi yang kuat untuk menata jajaran tengah polri pasca pilkada serentak, yakni dimutasinya sejumlah kapolres. Selain itu terlihat juga upaya polri untuk meningkatkan pemberantasan narkoba. Sebab itu dalam mutasi kali ini banyak perwira polri yang digeser ke BNN untuk memperkuat lembaga pemberantasan narkoba itu.
Yang disayangkan dari mutasi ke mutasi di tubuh Polri adalah masih terbiarkannya sejumlah perwira kepolisian yang bertugas di institusi di luar polri. Bahkan ada beberapa perwira yang sudah bertugas 5 tahun di institusi luar polri tapi mereka tetap dibiarkan terpuruk disana, seakan sudah dilupakan elit-elit Polri.
Tak hanya itu ada beberapa perwira Polri yang sudah 5 tahun menjadi di sebuah posisi tapi tak kunjung dimutasi, seperti Kabid Dokkes Polri atau Kepala Litbang Polri. Mereka seperti terlupakan. Sementara ada sejumlah perwira yang beberapa bulan dimutasi di posisi “empuk” kini kembali mendapat posisi yang lebih empuk. Artinya tolok ukur mutasi di Polri masih belum jelas. Ada yang terlalu gampang dimutasi dan ada yang tidak pernah dimutasi.
Fenomena ini perlu dicermati elit-elit Polri dalam setiap kali mutasi agar polri benar-benar bisa solid dan profesional. Jika dalam proses mutasi saja polri masih diskriminatif, pilih kasih dan tidak profesional bagaimana aparaturnya dalam bertugas bisa profesional, proporsional dan independen.
IPW berharap dlm melakukan mutasi Polri lbh mengedepankan kapasitas dan kapabilitas perwirawanya dan bukan atas dasar suka atau tidak suka. (desastian)