SOLO (Panjimas.com) – Muhammad Taufiq, SH, ahli hukum dan penulis buku “Terorisme Demokrasi 2, Densus dan Terorisme Negara” mendesak adanya audit terhadap Densus 88.
Saat bedah bukunya, di Masjid Istiqlal, Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, M taufiq mengungkapkan bahwa anggaran Densus 88 yang diaudit merupakan bentuk akuntalibitas negara.
“Yang namanya negara itu ada akuntabilitas, jadi negara mau ngasih duit itu harus jelas,” kata M Taufiq Sabtu (11/3/2017).
Selain itu, M Taufiq mempertanyakan dari mana uang Rp 100 juta yang diduga gratifikasi pihak aparat kepada keluarga Siyono.
“Perlu dipertanyakan kalau negara punya anggaran 100 juta, ini sumbernya dari mana? Itu jadi problem hukum, kalau seorang polisi apapun pangkatnya, dia kapasitasnya sebagai pejabat negara memberi uang sebesar itu patut diduga gratifikasi. Gaji jendral itu sampai bintang empat itu total 40 juta, menyekolahkan anaknya di Australia mungkin nggak? Minimal sebulan 20 juta,” tuturnya.
“Maka pertanyaannya uang 100 juta yang diberikan keluarga Siyono, uang dari mana? Ini uang negara, tidak boleh itu, masuk gratifikasi, dalam Undang Undang anti korupsi masuk kategori suap,” tandasnya.
Untuk diketahui, hingga setahun berlalu kasus kematian Siyono, masih belum jelas soal aliran dana Rp 100 juta, yang sempat diberikan aparat kepada pihak keluarga korban. (Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Serahkan Uang Rp100 Juta dari Densus 88 untuk Keluarga Siyono ke KPK)
Padahal, Koalisi Masyarakat Sipil untuk keadilan Siyono telah melaporkan kepada KPK terkait uang Rp 100 juta yang diterima keluarga Siyono.
Koalisi ini di antaranya terdiri dari PP Muhammadiyah, Indonesia Corruption Watch (ICW), YLBHI, LIMA, dan tim pengacara keluarga Siyono.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak yang saat itu ikut mendampingi pelaporan menduga uang tersebut bukan berasal dari Kepala Densus 88 saja, tapi dari beberapa pihak. Koalisi meminta KPK mengecek uang tersebut dari mana asalnya dengan melakukan penelusuran kepada rekening-rekening tertentu. [SY]