SOLO (Panjimas.com) – Muhammad Taufiq, SH, pakar hukum dan penulis buku “Terorisme Demokrasi 2, Densus dan Terorisme Negara” mengatakan bahwa Teroris bisa dilakukan siapa saja termasuk Densus 88 sendiri.
Saat membedah bukunya di Masjid Istiqlal, Sumber Krajan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, M Taufiq mengungkapkan adanya dikotomi, bahwa teroris itu identik dengan tampilan berjenggot dan aktif mengaji di pesantren.
“Yang pertama harus kita luruskan dulu, teror itu usaha untuk menciptakan ketakutan dan kekejaman oleh seseorang , artinya teror itu bisa dilakukan siapa saja. Sedangkan teroris itu orang yang menggunakan kekerasan dan menimbulkan rasa takut dan bisa tujuannya politik atau non politik,” katanya, Sabtu (11/3/2017).
M Taufiq menyoroti bahwa partai politik juga termasuk dalam kategori melakukan terorisme pada bukunya “Terorisme Demokrasi”. Bukti jelas saat ini adanya dana Rp 5 triliun dalam dugaan korupsi E-KTP yang dibagi-bagi oknum partai.
“Jadi kita deskripsinya teroris itu harus anti mainstream, artinya bertolak belakang disebutkan oleh Negara. Karena Negara punya pakar teroris plat merah, lha saya plat hitam gitu. Plat merah itu dikotomi teroris ya sering ngaji, katoke (celananya) cingkrang, jenggotan, sering ke pesantren. Lha saya teroris karena anak saya sekolah di pesantren semua,” ujarnya.
Upaya negara menciptakan stempel teroris bagi aktivis Islam, dibantu media mainstream dan alat negara banyak menyudutkan umat Islam.
“Jadi hukum ini kalau berhukum positif maka orang yang disebut teroris sudah tidak punya apa-apa. Lha ini sudah jadi mayat pun negara masih campur tangan, dibikin spanduk ‘Tolak Jenazah Teroris’. Ini ajaran siapa? Sekarang berbalik orang yang milih Ahok jenazahnya tidak dikuburkan, ini negara yang mengajarkan,” tandasnya. [SY]