JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dua hari lalu, Selasa (7/3), tiga terdakwa eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dijerat pasal penodaan agama (pasal 156 a KUHP) dan dinyatakan bersalah.
Eks pemimpin Gerakan Fajar Nusantara ( Gafatar) Abdussalam alias Ahmad Mushaddeq dihukum pidana penjara lima tahun setelah dinyatakan terbukti bersalah menista agama. Namun majelis hakim menyatakan Mushaddeq tidak terbukti melakukan makar. Sebelumnya, jaksa menuntutnya hukuman 12 tahun penjara untuk pasal penistaan agama dan makar.
Vonis lima tahun pidana penjara juga diberikan kepada tokoh eks Gafatar lainnya Mahful Muis, sedangkan terdakwa ketiga Andry Cahya divonis tiga tahun pidana penjara.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Abdul Rauf mengatakan, terkait sangkaan penodaan agama, para petinggi Gafatar itu menyerukan kepada pengikutnya untuk tidak melakukan kewajiban shalat, puasa, dan zakat.
“Mereka menganut ajaran Millah Abraham. Mereka menyampaikan kepada pengikutnya bahwa salat, puasa, zakat itu belum saatnya. Karena menurut mereka saat ini masih zaman jahiliyah,” ujar Rauf.
Ihwal sangkaan makar, lanjut Rauf, organisasi tersebut telah mendeklarasikan Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara. Deklarasi itu sama dengan berupa sebuah pengakuan negara yang dibentuk kelompok Gafatar.
Masih segar dalam ingatan, tahun lalu, kelompok keyakinan Millah Abraham (eks-Gafatar) diberitakan membangun lahan pertanian di Kalimantan. Para pemimpinnya, Ahmad Mussaddeq bersama pengikutnya, Mahful Muis Tumanurung dan Andry Cahya diseret ke meja pengadilan dengan dakwaan penistaan agama.
Kasus Gafatar
Vonis yang diterima ketiganya bermula dari berita hilangnya dokter Rica Tri Handayani di Yogyakarta. Rica dilaporkan hilang oleh keluarganya ke Polda DI Yogyakarta setelah pergi dengan meninggalkan sepucuk surat untuk ibu dan suaminya pada Desember 2015. Tak berselang lama, laporan kehilangan anggota keluarga pun bertambah.
Pencarian Rica berbuah dengan terpublikasinya permukiman mantan anggota Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat. Polisi mendapati orang-orang yang dilaporkan hilang lainnya juga berada di sana. Keberadaan orang “hilang” itu lantas disangkutkan dengan Gafatar yang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut aliran sesat.
Gafatar sendiri merupakan sebuah organisasi sosial yang anggotanya didominasi penganut ajaran Millah Abraham, salah satu sekte dalam Islam. Gafatar didirikan pada tahun Agustus 2011 dan membubarkan diri pada Agustus 2015.
Permukiman para penganut Millah Abraham itu dibakar oleh sekelompok orang yang mengaku warga. Mereka kemudian dipulangkan paksa ke daerah asal oleh pemerintah.
Sebelum dipaksa kembali ke keluarganya masing-masing, mereka dikumpulkan di penampungan dan dideradikalisasi oleh pemerintah. Setelah pengusiran massal terjadi, pada 3 Februari 2016 MUI mengeluarkan fatwa sesat untuk Gafatar. (desastian)