JAKARTA (Panjimas.com) – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melaporkan pemberian cinderamata berupa pedang emas ke KPK. Selama 10-15 hari, KPK akan menentukan apakah pedang berwarna emas senilai 10 juta rupiah itu termasuk gratifikasi atau bukan.
Pedang berwarna emas itu diperoleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dari Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi sebelum kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz Al Saud ke Jakarta beberapa waktu lalu, Sabtu (4/3). Sebelumnya, Tito memberikan cinderamata berupa replika Tugu Monas kepada Othman bin Naseer
Al Mehrej.
Pertemuan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dengan Kepala Kepolisian Arab Saudi, Commisaris General Othman bin Naseer Al Mehrej, di Rumah Dinas Kapolri, pada Selasa (28/2), dalam rangka menindaklanjuti pertemuan sebelumnya.
Pertemuan tersebut membahas kemungkinan kerja sama di bidang pemberantasan kejahatan transnasional di antara kedua belah pihak.
Rencananya, pedang emas itu akan disimpan di Museum Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan Polri akan melaporkan pemberian cinderamata pedang emas yang disimpan di dalam peti dari Kerajaan Arab Saudi itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dicatat.
“Cinderamata itu nantinya akan menjadi milik institusi Polri. Namun demikian, kami tetap akan menyampaikan informasi pemberian cinderamata ini ke KPK,” katanya.
Dalam Pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, pegawai negeri atau penyelenggara negara diimbau menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawandan dengan kewajiban atau tugasnya yang diberikan secara langsung.
Pegawai negeri atau penyelengggara negara yang terpaksa menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya demi menghindari ancaman pidana sebagaimana diatur dalam pasal 12C UU No 20 tahun 2021 wajib melaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi itu.
“Saya datang ke sini dengan maksud ingin menyampaikan laporan gratifikasi, ini merupakan bentuk kepatuhan Pak kapolri. Kami menyampaikan laporan gratifikasi dari Kapolri berdasarkan surat perintah sebagai staf pribadi beliau berupa cinderamata yang diterima Pak Kapolri,” kata Koordinator Staf Pribadi Pimpinan Polri Kombes Pol Dadang Hartanto yang menyerahkan langsung pedang itu kepada Laode.
“Informasi yang berkembang cinderamata itu adalah pedang emas, namun fakta kita buka panjangnya satu meter dan di dalamnya warna perak. Pedang memiliki bungkus warna keemasan, jadi perkiraan kami ini bukan pedang dari emas, tapi pedang berwarna keemasan,” ungkap Dadang di Jakarta, Selasa.
Dadang memperkirakan harga pedang ini tidak lebih dari Rp10 juta. “Jadi kami serahkan hari ini, kemudan diterima langsung oleh beliau, Pak Wakil Ketua KPK. kemudian kami diberikan tanda terima. Nanti akan dicek dalam beberapa hari, akan dinilai KPK apakah keputusannya apakah dikembalikan atau tidak adalah keputusan KPK,” kata Dadang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang akan melaporkan cinderamata pedang emas pemberian dari Kerajaan Arab Saudi.
Menurut KPK, penyelenggara negara atau pegawai negeri baik yang ada di Polri ataupun di instansi lain karena penerimaan-penerimaan seperti itu perlu dilaporkan kepada KPK sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Seperti diketahui beberapa waktu lalu saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sempat menerima sebuah gitar dari pemain bas band Metallica Robert Trujillo melalui temannya yang berprofesi sebagai promotor musik Jonathan Liu.
Gitar bas bermerek Ibanez berwarna merah marun yang diberikan kepada Jokowi itu juga dibubuhi tanda tangan Robert Trujillo beserta sebuah pesan singkat bertuliskan, “Giving back! To Jokowi: Keep playing that cool, funky bass!”.
Selain itu, kata Febri, KPK juga pernah menerima laporan gratifikasi dari salah seorang mantan Menteri ESDM berupa perhiasan emas dan berlian dengan nilai sekitar Rp4 miliar. “Dan itu juga menjadi contoh yang baik yang harapannya bisa ditiru oleh instansi lain atau penyelenggara atau pegawai negeri di tempat lain,” ucap Febri. (desastian)