YERUSALEM, (Panjimas.com) – Warga Palestina di kota Silwan pada hari Ahad (26/02) melaporkan peristiwa tanah longsor yang terjadi di kawasan Baydoun yang terletak di selatan Masjid Al-Aqsa.
Peristiwa tanah longor ini ditengarai berkaitan erat dengan kelanjutan proyek penggalian zionis Israel di dekat Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, mengutip laporan IINA.
Sumber mengatakan kota Silwan dilanda tanah longsor setiap tahunnya karena kerja-kerja penggalian yang terus dilakukan oleh Israel di wilayah selatan Masjid Al-Aqsa, terutama Wadi Hilwa Street.
Tanah longsor di kota Silwan ini menyebabkan retaknya bangunan-banguan serta properti di lingkungan kota.
Kerja-kerja penggalian Israel dilakukan dengan dukungan organisasi-organisasi yang mempromosikan dan mendanai aktivitas permukiman ilegal Yahudi di tanah rakyat Palestina.
Proyek penggalian ini dikerjakan di bawah pengawasan ketat Israel yang berusaha untuk melenyapkan identitas Arab dan Islam di Yerusalem dengan cara menghapuskannya dengan dominasi identitas Yahudi.
Yahudisasi Yerusalem
Grand Mufti Yerusalem Syaikh Mohammed Hussein pernah mengungkapkan strategi Yahudisasi kota Yerusalem.
Salah satunya dengan cara memaksakan kebijakan liburan Yahudi di sekolah-sekolah Palestina di Yerusalem, lebih lanjut Grand Mufti Yerusalem Syaikh Hussein menekankan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk “Yahudisasi” sistem pendidikan di Yerusalem.
Selain ini, Yahudisasi Yerusalem juga dilakukan dengan cara mengganti nama-nama jalan dan daerah-daerah di Kota tua [Yerusalem Timur] dengan nama-nama Ibrani, upaya-upaya semacam ini bertujuan untuk menghilangkan identitas Palestina dan Muslim di Yerusalem, demikian penjelasan Syaikh Mohammed Hussein.
Sementara itu, Yahudisasi dalam konteks demografi dilakukan dengan cara terus membangun pemukiman ilegal Yahudi dan mengusir rakyat Palestina.
Demi Proyek Kota Yahudi 2020
Seperti diberitakan sebelumnya, demi proyek Yahudisasi 2020, Setidaknya 230.000 Warga Palestina di Yerusalem berisiko kehilangan tempat tinggal.
Israel Channel 2 melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam pertemuan pemerintah pada bulan November 2015 tahun lalu, telah menawarkan proposal yang memerintahkan mencabut residensi (ijin tempat tinggal) bagi ribuan warga Palestina di Yerusalem, dilansir oleh Middle East Monitor.
Menurut pro-Likud channel, usulan Netanyahu ini menargetkan sekitar 230.000 warga Palestina yang memiliki izin tinggal di Yerusalem Timur dan juga mereka yang hidup di kamp pengungsian Shufat, lingkungan kufr Aqab dan lingkungan Sawahra.
Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, ada sekitar 350.000 warga Palestina dan 200.000 pemukim illegal Yahudi yang tinggal dalam batas-batas kota di Yerusalem Timur.
Kahil Tufakji, seorang ahli Urusan Pemukiman Palestina, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa usulan Netanyahu untuk mencabut residensi (ijin tempat tinggal) dari 230.000 warga Palestina di Yerusalem tidak hanya menargetkan orang-orang yang tinggal di luar tembok pemisah yang dibangun Israel.
Dia mengatakan proposal Netanyahu itu juga menargetkan warga lingkungan Arab di dalam dinding, termasuk Jabl al-Mukaber, Al-Issawiya, Al-Tur, Shufaat dan Beit Hanina
Menurut angka resmiPalestina,145.000 warga Palestina di Yerusalem tinggal di luar tembok pemisah, sementara 195.000 lainnya hidup di dalamnya.
Tufakji mengatakan bahwa Israel berusaha untuk mengubah persamaan demografi di Yerusalem Timur untuk kepentingan dukungan kekuatan Yahudi.
“Menurut rencana yang disiapkan oleh mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Yerusalem akan menjadi kota -mayoritas Yahudi dengan jumlah orang Yahudi 88 persen dan minoritas Arab 12 persen pada tahun 2020,” kata Tufakji.[IZ]