JAKARTA (Panjimas.com) – Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdul Aziz Al Saud dijadwalkan akan datang ke Indonesia pada tanggal 1 sampai 09 Maret 2017. Selama Sembilan hari di Indonesia, banyak agenda kenegaraan yang dilakukan untuk memperkuat hubungan kerja sama bilateral antara kedua negara.
“Kunjungan kenegaraan ini sangat besar pengaruhnya bagi umat Islam Indonesia yang sedang panas-panasnya karena kasus penistaan agama. Namun, kita berharap hal itu tidak menjadi persoalan krusial yang mengakibatkan ketegangan antara pemerintahan Indonesia dan kerajaan Arab Saudi.”
Demikian disampaikan Farizs Rama Putra, Kooordinator Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dalam siaran pers yang diterima Panjimas (27/2/2017).
GPII meminta Raja Salman untuk bisa memberikan waktu, menggelar dialog langsung dengan perwakilan Pemuda Islam
Indonesia. “Kami Bidang Hubungan Internasional PP GPI meminta Raja Salman menjadi Tokoh Perdamaian Dunia, dan ikut serta dalam penyelesaian konflik di Timur Tengah.”
GPII berharap, setidaknya, ada dua hal menjadi catatan penting atas kunjungan ini. Terlebih, kunjungan ini adalah
yang pertama bagi raja Arab Saudi setelah hampir 47 tahun ini tidak lagi melakukam kunjungan ke Indonesia.
“Padahal pasca reformasi, Presiden Gus Dur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono maupun Jokowi telah berkunjung ke Kerajaan Arab Saudi. Tetapi, seperti kita ketahui, sejak tahun 1970, tidak ada kunjungan Raja Saudi ke Indonesia. Ini sesuatu yang berharga bagi Indonesia.”
Menurut GPII, walaupun Indonesia-Arab Saudi secara historis memiliki hubungan khusus karena kesamaan agama, tetapi selama ini hubungan bilateral kedua negera tidaklah sekuat sebagaimana diasumsikan banyak kalangan.
“Kita ketahui Indonesia tidak menjadi mitra strategis bagi Arab Saudi, strategi polurgi Indonesia cenderung berkiblat ke Barat. Isu-isu yang dominan justru berkaitan dengan masalah-masalah tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di Saudi. Ada mispersepsi di antara kedua negara ini sehingga berpengaruh terhadap tidak optimalnya hubungan bilateral keduanya.”
Saudi yang sering menggunakan strategi bantuan (politics of assistance) lebih banyak memfokuskan kerjasama di bidang keagamaan dengan membangun fasilitas-fasilitas keagamaan (rumah ibadah) maupun sekolah-sekolah agama semata. Uniknya, peran diplomasi Kerajaan Arab Saudi di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh atase agama karena tidak adanya atase perdagangan maupun pendidikan.
GPPI juga berharap, kedatangan Raja Salman untuk meningkatkan Kerjasama di bidang Ekonomi. Tidak hanya di bidang Agama dan Pendidikan. “Raja Salman juga diharapkan mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan kuota Haji Indonesia, menyediakan fasilitas memadai dan memberikan rasa aman bagi jamaah haji Indonesia.” (desastian)