JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam Haflah Setengah abad Dewan Da’wah, Pusat Kajian Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDI) dalam suratnya bernomor 06/B-MAFATIHA/II/1438/2017 mengeluarkan Sanksi agama bagi pendukung penista agama dan pemilih pasangan calon pemimpin non-Muslim.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Pusat Kajian DDII Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA dan Sekretaris Drs. H. Syamsul Bahri Ismaiel, MH di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, 25 Pebruari 2017. Keputusan itu ditetapkan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits serta fatwa para ulama ternama.
Sanksi hukum dan agama itu diberikan sebagai pembelajaran sosial, tujuan kemaslahatan umum, memenuhi rasa keadilan, tanggungjawab pelaku perbuatan, menumbuhkan efek jera dan perwujudan ketaatan terhadap syariat.
Kemunafikan adalah jalan terburuk kehidupan, perusak iman, merontokkan tatanan ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Munafik adalah adik kandung kekufuran dan kemusyrikan, musuh bersama semua agama;
Pertimbangan selanjutnya, pentingnya kesatuan dan penyatuan shaf (tauhidus shufuf) kaum muslimin dalam bingkai perjuangan Islam dan Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di bawah naungan baldah thayyibah wa rabbun ghafur.
Pemilihan pasangan pemimpin dalam semua tingkatan adalah bagian dari jihad politik, di mana hak pilih dan hak suara semestinya disalurkan pada calon terbaik menurut timbangan al-Quran dan as-Sunnah. Gencarnya upaya sistemik golongan lain melancarkan politik pecah-belah untuk melemahkan kekuatan ummat Islam dengan menghalalkan segala cara.
Pusat Kajian DDII memutuskan dan menetapkan:
Pertama, orang yang dengan sadar memilih pasangan calon Pemimpin dari agama selain Islam dalam suatu pemilihan di semua tingkatan pemilu, termasuk munafik nyata (nifaq ‘amali/nifaq jahran).
Kedua, jenazah munafik nyata tidak boleh dishalatkan oleh jamaah yang mengetahui kemunafikannya. Bagi orang yang tidak mengetahuinya, boleh menyolatkan.
Ketiga, larangan menyolatkan jenazah munafik nyata tersebut berlaku bagi semua kaum muslimin, khususnya imam sholat, tokoh dan orang-orang shalih. Adapun mayatnya hanya diurus oleh keluarga yang ditinggal dan kalangan terbatas dari sanak keluarganya.
Keempat, sebagai upaya pembelajaran dan efek jera, kami mendorong gerakan masjid-masjid di tanah-air untuk tidak menyolatkan jenazah para pendukung penista agama secara khusus dan para pemilih pasangan calon pemimpin non-muslim secara umum.
Kelima, menyerukan kepada segenap kaum muslimin/muslimat untuk tidak memperdulikan seruan, pendapat dan pemikiran yang nyeleneh dari pihak-pihak tertentu yang bertentangan secara diametral dengan al-Quran-Sunnah. (desastian)