JAKARTA (Panjimas.com) – Gubernur terdakwa Ahok memiliki agenda khusus untuk mendeskreditkan dan melemahkan Islam dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Terbukti, sudah berulang kali ucapan Ahok membuat umat Islam tersinggung.
Hal itu dikatakan Kader Golkar Ahmad Doli Kurnia dalam siaran persnya, melihat perilaku Ahok sejak awal menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Ahmad berpendapat, Ahok melakukannya secara sistematis, mulai dari tulisan di buku, sesi interview, isi pidato, dan ucapan spontannya.
Ahok tentu tidaklah sendirian. Sikap nekadnya muncul karena ada dukungan dari kekuatan politik dan ekonomi yang juga tidak suka Islam. Mereka berusaha memaksakan ideologi dan keyakinan tertentu yang tak sesuai dengan mayoritas rakyat Indonesia.
“Jadi, Ahok sesungguhnya sedang menjalankan misi menghancurkan Islam. Itu sama sama saja dengan menjalankan misi
de-Pancasilaisasi atau “misi de-Indonesianisasi Ahoklah yang sesungguhnya sedang mengembangkan sikap intoleran, anti Ke-Bhinnekaan dan anti Pancasila.,” kata Ahmad Doli.
Lebih lanjut Ahmad mengatakan, Ahok dengan leluasa melakukan itu, juga karena mendapat dukungan dari pemerintah Jokowi. Sikap, tindakan, ucapan, dan langkah Ahok yang selama ini dalam konteks hukum formil dan hukum sosial divonis melanggar dan bersalah, namun di era Jokowi yang dilakukan Ahok itu malah dilindungi.
“Sudah berkali-kali mengulangi kesalahan yang sama, Polisi bergeming tak juga menahannya. Sudah menjadi terdakwa pun Jokowi dengan gagahnya berani melanggar konstitusi dan undang-undang. Bahkan seperti melecehkan hukum, Jokowi pun berbangga menunjukkan ke publik duduk berdampingan dengan sang terdakwa di mobil negaranya.”
Jadi yang sesungguhnya kebablasan, ungkap Ahmad, adalah Jokowi. Kebablasan dalam menggunakan Kekuasaan” atau “Abuse of Power” untuk melindungi Ahok dan kelompoknya dalam melakukan misi de-Pancasilaisasi dan misi de-Indonesianisasi tadi. Kalaupun kita pinjam istilah Jokowi yang menyebut “Demokrasi Kebablasan”, Ahok-gate adalah contoh yang paling konkret terjadinya kebablasan dalam berdemokrasi.
“Demokrasi yang berjalan dengan mengabaikan hukum, tanpa etika, membolak balikkan nilai agama, Pancasila, Ke-Bhinnekaan, punya cita-cita sempit, dan mengancam keutuhan NKRI,” tukasnya. (desastian)