JAKARTA (Panjimas.com) – Berawal ketika Presiden Jokowi meninjau proyek infrastruktur Simpang Susun Semanggi di Jakarta, Kamis (23/2/2017) lalu, terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menumpangi mobil Kepresidenan RI 1. Kelakuan Ahok yang satu mobil dengan presiden membuat semua pihak semakin, Ahok adalah anak emas Jokowi. Mustahil diberhentikan dari Gubernur DKI Jakarta.
Melihat kelakuan presiden dan gubernur terdakwa tersebut, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo yang mengajak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok naik mobil Kepresidenan RI 1.
Menurut Fahri, seharusnya Jokowi tak mengajak Ahok naik mobil RI 1 karena berkaitan dengan etika. Saat ini, Ahok berstatus terdakwa kasus dugaan penistaan agama. Selain itu, Ahok juga sedang bertarung di Pilkada DKI yang dalam beberapa bulan ke depan akan memasuki putaran kedua.
Fahri menilai, sikap Jokowi tak pantas jika berkaca pada dinamika politik di Pilkada DKI Jakarta. “Rasa etika Jokowi hancur. Itu disayangkan sekali harusnya Pak Jokowi punya etika yang benar,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.
“Orang sudah jadi terdakwa bicara sama Presiden, masuk mobil Presiden, dan Presiden seperti nggak melihat apa-apa,” katanya. Dengan situasi seperti ini, Jokowi seharusnya tak melibatkan diri, sekali pun saat itu Ahok adalah sebagai Gubernur DKI, bukan peserta Pilkada.
Fahri pun menilai semua kegiatan Ahok saat ini merupakan kampanye menjelang putaran dua pilkada DKI. “Semua yang dilakukan Gubernur DKI adalah kampanye. Dia gunting pita ke sana ke mari, meresmikan masjid. Itu semua kampanye,” kata Fahri.
Sementara itu Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsy Aboebakar Alhabsy menilai perilaku Ahok menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat. Ketika sebagian pihak di DPRD Jakarta memilih tidak mau rapat dengan Gubernur yang berstatus terdakwa, presiden malah mengambil sikap yang berbeda.
Kata Aboebakar seperti dilansir Tribunnews, Sabtu (25/2), seharusnya Presiden peka, bahwa saat ini status Ahok adalah terdakwa yang sedang menjalani sidang di Pengadilan. Peristiwa ini bisa menimbukan konflik kepentingan dengan para jaksa dan hakim yang sedang memprosesnya.”Jangan sampai hal ini membawa situasi yang tidak nyaman untuk para penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya,” kata dia.
Disisi lain menurut Aboebakar presiden seharusnya juga peka terhadap situasi dimana ada sebagian masyarakat yang menuntut penonaktifan Ahok sebagai Gubernur. Ketika Presiden memilih semobil dengan Ahok, pasti publik langsung akan mengambil spekulasi, kenapa sampai saat ini Ahok tidak dinonaktifkan dari Gubernur.
“Presiden seharusnya mampu menjaga marwah dari jabatannya, apalagi banyak persoalan yang ditimbulkan dari status Ahok saat ini. Jangan sampai publik akhirnya mengambil spekulasi bahwa ini adalah bentuk pengistimewaan atau bahkan bentuk perlindungan terhadap Ahok,” ujar Aboebakar.
Akibatnya publik meyakini hal ini yang berpengaruh terhadap kebijakan Mendagri yang menolak menonaktifkan Ahok. “Jangan sampai pula akhirnya publik menyimpulkan bahwa nanti proses hukum terhadap Ahok akan dapat terganggu dengan kejadian ini,” kata dia.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto kepada wartawan di Kantor Gubernur DKI, Jakarta Pusat, Jumat (24/2/2017), membantah anggapan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganak-emaskan Gubernur DKI Jakarta Ahok. Kebersamaan Jokowi dan Ahok saat meninjau proyek simpang susun Semanggi, dalihnya, merupakan kebersamaan antara Presiden dan Kepala Daerah. (desastian)