JAKARTA (Panjimas.com) – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia meminta pemerintah agar menghormati independensi fatwa majelis ulama. Jangan katakan, Fatwa MUI sebagai penyebab instabilitas nasional
“Jika ada pandangan yang menyebut fatwa MUI mengganggu stabilitas, mohon maaf, mengapa sumber instabilitas itu tidak diatasi,” kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Dr KH Didin Hafidhuddin, dalam Rapat Pleno ke-15 Dewan Pertimbangan MUI di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (22/2).
Meski tak ingin menyebut nama atau pihak tertentu, KH. Didin berpandangan, situasi nasional yang tak stabil dipicu sejumlah kejadian menjelang akhir 2016.
“Yang di Pulau Seribu itu anti kerukunan, anti kemajemukan, selalu menyinggung perasaan. Ini yang seharusnya digugat. Saya heran dengan munculnya kesan negatif terkait fatwa MUI. Beberapa fatwa MUI yang sempat diberitakan negatif, di antaranya soal penistaan agama dan fatwa larangan atribut natal,” ungkapnya.
Sikap dan pandangan MUI untuk umat Islam, kata KH Didin, tidak mengikat secara hukum. “Namun, jangan karena bukan hukum positif, MUI tidak boleh mengeluarkan pandangan. Rusak negara ini jika tidak boleh mengeluarkan pandangan keagamaan.”
Pandangan mengenai fatwa MUI sempat muncul dalam diskusi yang diadakan Polri dengan tema “Fatwa MUI dan Hukum Positif”. Dalam diskusi di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan kemarin, hadir Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Pada saat itu Kapolri menekankan pentingnya keberadaan MUI yang sudah banyak melahirkan fatwa-fatwa. Namun menjadi menarik, belakangan ini sikap keagamaan MUI berimplikasi luas dan menimbulkan dampak, salah satunya muncul Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI hingga terjadi mobilisasi massa yang besar. (desastian)