JAKARTA (Panjimas.com) – Ulama dikriminalisasi dan terus menerus dicari kesalahannnya. Tuduhan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap infaq umat Islam pada Aksi Bela Islam menimbulkan pertanyaan besar, atas dasar hukum apa polisi melakukan penyidikan terhadap Ketua GNPF-MUI Ustadz Bachtiar Nasir dan aktivis Islam lainnya.
Melalui kicauan di akun twitter pribadinya, eks Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein mengaku heran dan mmempertanyakan hal itu. Terlebih, Mabes Polri telah menetapkan satu per satu aktivis bela Islam untuk dijadikan sebagai tersangka.
Ada 15 cuitan Yunus yang membahas soal kasus pencucian uang GNPF MUI tersebut. Yunus mempertanyakan, apa yang menjadi dasar polisi menyidik kasus ini, sementara tidak ada tindak pidana awal sebagai pijakan.
“Menarik juga mencermati dugaan TPPU dalam penggunaan dana sebesar Rp 3 miliar yang diterima GNPF-MUI melalui rekening Yayasan Keadilan untuk Semua,” kata Yunus di akun twitter miliknya, @YunusHusein, Sabtu (11/2) lalu.
Sesuai UU TPPU, kasus pencucian uang bisa disidik bila ada tindak pidana asalnya atau uang yang digunakan terindikasi berasal dari tindak kejahatan.
“Kalau harta kekayaan yang menjadi obyek TPPU bukan berasal dari tindak pidana, tetapi berasal dari sumber yang sah, maka TPPU juga tidak ada,” tegas Yunus Husein.
Berikut selengkapnya ciutan Kepala PPATK @YunusHusein:
TPPU adalah perbuatan atas harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan tersebut.
Atau menyembunyikan atau enyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
Atau menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakam Harta Kekayaan yg diketahui/diduga hasil tindak pidana.
Itulah tiga macam TPPU yang diatur dalam pasal 3, 4 dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Pasal 3 untuk pelaku Tindak Pidana utama yang melakukan Tindak Pidana Asal & TPPU. Psl 4 untuk Pihak Ketiga yang melakukan TPPU yang Tindak Pidana Asalnya dilakukan oleh orang lain (pelaku utama).
Pasal 5 dikenakan terhadap siapapun juga yang menerima dan menguasai hasil Tindak Pidana Asal, yang dilakukan oleh orang lain. Ini pelaku pasif.
Untuk menuduh seseorang atau badan hukum melakukan TPPU, mutlak harus ada tindak pidana asal yang melahirkan harta kekayaan yang menjadi obyek TPPU.
Adanya Tindak Pidana Asal ditunjukkan dengan bukti permulaan yang cukup terdiri dari dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 17 KUHAP & penjelasan Pasal 74 UU TPPU.
Tindak Pidana Asal tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu sesuai dengan pasal 69 UU TPPU. Yang penting Tindak Pidana Asal harus ada untuk menuduh dilakukannya TPPU.
Kalau Tindak Pidana Asal yang melahirkan harta kekayaan hasil tindak pidana tidak ada sama sekali, maka TPPU juga harus tidak ada. Kalau harta kekayaan yang menjadi obyek TPPU bukan berasal dari Tindak Pidana, tetapi berasal dari sumber yang sah, maka TPPU juga tidak ada.
Pertanyaan pertama, apakah harta kekayaan sebesar Rp 3 miliar itu berasal dari Tindak Pidana Asal, seperti yang diatur dalam Pasal 2 UU TPPU?
Apakah ada perorangan atau korporasi yang melakukan perbuatan atas uang Rp 3 miliar itu dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usulnya?
Demikian ciutan eks Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein atas keheranannya terhadap Mabes Polri yang melakukan penyidikan terhada Ustadz Bachtiar Nasir dan aktivis Islam lainnya dengan tuduhan tidak berdasar, yakni dugaan TPPU. (desastian)