JAKARTA (Panjimas.com) – Selain Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Ustadz Bachtiar Nasir, terdapat dua nama inteletual muslim, yang dijerat hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleg Mabes Polri. Kedua intelektual muslim itu adalah Adian Husaini dan Adnin Armas.
Belakangan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menetapkan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS) Adnin Armas sebagai tersangka. Adnin dituduh melanggar UU Yayasan.
“Untuk Saudara Adnin dan BN kita mintai keterangan sebagai saksi. Saudara Adnin tersangka Undang-Undang Yayasan,” ujar Tito dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Menurut Tito, dalam UU Yayasan, dana yang dikelola oleh suatu yayasan tidak boleh dialirkan atau digunakan oleh pengurus yayasan. Dana tersebut hanya boleh digunakan untuk kepentingan sosial yayasan tersebut
Sebelumnya, Islahudin Akbar (IA) lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. IA disangka turut membantu mencairkan dana kepada pengurus Yayasan Keadilan untuk Semua.
Sosok Adnin Armas
Selama ini umat Islam mengenal Adnin Armas, MA, cendekiawan muslim yang konsen dengan pemikiran dan peradaban Islam. Meski geraknya selalu di belakang layar, Adnin dituduh melakukan tindak pidana pencucian uang atas nama “Yayasan Keadilan Untuk Semua” yang dikelolanya. Yayasan tersebut selama ini digunakan GNPF MUI untuk menampung donasi kaum Muslimin.
Adnin yg menguasai dan menekuni beberapa bahasa asing, seperti Arab, Inggris, Latin dan Jerman ini, selama ini dikenal sebagai cendekiawan yang ulet dan kritis. Kerja-kerja peradaban yang selama ini digelutinya antara lain telah menghasilkan karya-karya tulis yang sangat berbobot dan bernutrisi tinggi.
Beberapa karyanya, diantaranya, “Fakhr al-Din al-Razi on Time”, t(esis masternya di ISTAC, 2003), Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal: Dialog Interaktif dg aktivis JIL (GIP: 2003),
Metodologi Bibel dalam Studi al-Quran (GIP: 2005), dan Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim (INSISTS: 2013, bersama bbrp penulis lainnya).
Ustadz Adnin, pria kelahiran Medan tahun 1972 ini saat ini menjabat sebagai Direktur INSISTS . Ia juga menjabat sebagai Ketua Harian Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Ayah dua orang putra ini juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Gontor.
Selama studi untuk menyelesaikan S2 di Institute of Islamic Thought and Civilization – Universitas Islam Internasional Malaysia (ISTAC), Malaysia, bidang Pemikiran Islam. Malaysia, Adnin berguru langsung kepada Syed Naquib al-Attas.
Salah seorang sahabatnya, Henri Shalahuddin, melalui akun facebooknya menulis, bahwa ia mengenal Adnin di Kuala Lumpur sejak tahun 2001, saat
“Dulu saat di Kuala Lumpur, antara 2001-2003, setiap kali ada diskusi tentang pemikiran Islam, ketika Adnin sebagai pembicaranya, banyak mahasiswa non studi Islam yang kepalanya ngepul-ngepul karena mengeluh bobot ilmiahnya terlalu berat untuk mereka,” kenang Henri.
Kata Henry, Adnin selalu menjaga orisinalitas dan bobot akademis dalam karya-karyanya. Maka ketika menjelaskan suatu masalah, terkadang agak berkepanjangan, karena memang dia merujuk dari sumber aslinya langsung.
“Melihat latar belakang Adnin, siapa pun yang mengenalnya secara dekat akan tertawa dengan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya,” kata Henri merasa heran.
Menurut Henri, pencucian uang, penggelapan sumbangan umat, atau menilap sedekah adalah tuduhan serius untuk menghancurkan integritas moral seseorang.
“Hemat saya, perilaku seperti ini sangat mustahil dilakoni oleh seorang Adnin. Sebaliknya, malah muatan kriminalisasi yang ditujukan kepadanya sangat kentara, terlepas dari kekurangannya yang bersifat teknis-administratif dalam mengurus Yayasan.”
Henri mendoakan agar Adnin & keluarga sabar menghadapi ujian ini. “Semoga Allah memberikan balasan setimpal kepada pihak-pihak yang berkonstribusi menzaliminya.” (desastian)