JAKARTA (Panjimas.com) – Meski kebijakannya mempertahankan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok diprotes banyak pihak, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tetap mempertahankan dan tidak akan memberhentikan Ahok sebagai gubernur, walau statusnya sebagai terdakwa.
Mendagri betul-betul pasang badan dan all out dalam memberikan perlindungan dan pembelaannyanya terhadap Ahok, sampai-sampai ia rela untuk diberhentikan sebagai pembantu presiden di kabinet.
“Kalau saya salah saya siap bertanggungjawab, saya siap diberhentikan,” ujar Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/2/2017) kemarin, terkait permasalahan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang statusnya kini sebagai terdakwa. Beberapa kalangan meminta pemerintah memberhentikan Ahok.
Tjahjo tetap bertahan kepada sikap yang disampaikan sebelumnya bahwa penonaktifan Basuki atau Ahok sebagai Gubernur DKI menunggu tuntutan dari pengadilan. “Karena apa yang pernah saya lakukan sama, seorang gubernur juga sama, dia terdakwa tetapi diancam hukuman 4 tahun ya tidak saya berhentikan, makanya saya menunggu sampai proses pengadilan,” ucap Tjahjo.
Tjahjo mengaku telah menyerahkan fatwa Mahkamah Agung kepada Presiden Joko Widodo dan menyerahkan keputusan apakah memberhentikan atau tidak posisi Ahok kepada Presiden. “Saya tugasnya melaporkan, soal beliau mengambil kebijakan apa ya terserah beliau,” ucap Tjahjo.
Sebelumnya, Mendagri menyampaikan rekomendasi yang disampaikan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait perlu tidaknya memberhentikan Ahok. Mendagri kemudian membacakan surat yang ditandatangani Ketua MA Hatta Ali. “MA tidak bisa memberikan fatwa hukum karena sedang proses di pengadilan,” kata Tjahjo membacakan surat tersebut.
Dalam kasus ini, Pemerintah digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan dilayangkan oleh Advokat Cinta Tanah Air. Mereka menuntut agar pemerintah segera memberhentikan Ahok untuk sementara karena statusnya sebagai terdakwa kasus penodaan agama.
Tjahjo mengaku sudah menyampaikan surat dari MA ini kepada Presiden Joko Widodo. Tjahjo menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi apa yang harus diperbuat. Namun Kemendagri, kata Tjahjo, tetap berpegang pada sikapnya yang akan menunggu tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara. Namun pemberhentian sementara itu berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156 a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.
Oleh karena itu, Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu tuntutan jaksa, pasal mana yang akan digunakan. “Supaya jelas kita tunggu tuntutannya berapa tahun,” kata Tjahjo. (desastian)