JAKARTA (Panjimas.com) – Intimidasi, tekanan, dan aksi premanisme oleh sekelompok berseragam “kotak-kotak” terhadap Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di beberapa TPS di Jakarta, yang beredar melalui video, tidak dapat dibiarkan begitu saja.
“Tindakan tersebut bukan hanya sudah mencederai nilai dan prinsip demokrasi, tapi melanggar hukum karena menganggu proses dan tahapan pilkada,” kata Anggota DPD asal DKI Jakarta Fahira Idris dalam siaran persnya, Senin (20/2).
Karena itu, lanjut Fahira, baik KPU, Bawaslu, dan Kepolisian diminta tegas kepada pihak-pihak yang menganggu ketertiban di TPS, dan melindungi KPPS dalam menjalankan tugasnya,” kata Fahira.
Pencetus Gerakan Anti Miras (Genam) ini berharap tekanan dan intimidasi terhadap KPPS tidak terjadi lagi pada putaran kedua Pilkada. Ia mengungkapkan, petugas KPPS merupakan ujung tombak dari proses pemungutan dan penghitungan suara.
Oleh karena itu, perlindungan baik dari sisi keamanan maupun dari sisi hukum kepada mereka harus menjadi fokus utama KPU pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta yang akan berlangsung pada 19 April 2017 mendatang.
”Saya mengecam terjadinya aksi premanisme untuk menekan dan mengitimidasi Petugas KPPS yang disebar oknum tertentu saat pemungutan suara kemarin,” ujarnya.
Menurutnya, penyelenggara Pilkada dan kepolisian harus segera mengusut kejadian ini. Karena kasus tersebut masuk dalam kategori pelanggaran Pilkada dan agar pada putaran tidak lagi terjadi aksi-aksi seperti itu.
Timses Ahok Terlibat
Seperti diberitakan sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP, Andapotan Sinaga terlibat kasus pemukulan di TPS 18 RW 07 Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat pada Rabu (15/2), sekitar pukul 11.20 WIB. Keributan tersebut terjadi karena ulah sekelompok baju kotak-kotak yang selama ini menjadi pendukung pasangan nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saefullah.
Kabid Humas Polda Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono membenarkan bahwa Andapotan Sinaga merupakan anggota DPRD DKI Jakarta. Ia pun menjelaskan kronologi keributan tersebut.
“Jadi intinya tadi ya, ada tim pemenangan lah dari salah satu Paslon (Andapotan) untuk mengecek ke TPS tersebut. Ternyata saksinya (saksi dari paslon nomor urut dua) tidak menggunakan baju kotak-kotak,” ujar Argo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya.
Saat itu, kata Argo, Andapotan langsung menegur saksinya tersebut. Sementara, di TPS terdapat aturan bahwa tidak boleh mengenakan baju kotak-kotak atau atribut. “Ya kalau kotak-kotaknya hitam-putih kan gak masalah, tapi ini persis seperti yang digunakan untuk salah satu paslon,” kata Argo.
Saat menegur saksi tersebut, datang seorang Panwas, yang merupakan adik dari Roby, Ketua RW 07 Kelurahan Petojo Utara. Namun, setelah terlibat cek-cok, adik Roby tersebut justru dipukul oleh Adapotan, sehingga Adapotan diamankan di Polsek Metro Gambir.
Setelah itu, datang lima orang menggunakan baju kotak-kotak lagi. Kemudian Roby bertanya kepada kelima orang tersebut siapa yang telah memukul adiknya tadi. Namun, ketua RW tersebut justru mendapat pukulan dari salah satu kelima orang tersebut yang bernama Marahut Sinaga (48). Roby mengalami luka di bagian pipi sebelah kiri.
Melihat kejadian itu, warga pun marah sehingga Maruhut pun menjadi korban pemukulan warga dan dibawa ke RS Cikini, Jakarta Pusat untuk menjalani perawatan. Menurut Argo, sampai saat ini pihaknya belum melakukan penahanan terhadap pelaku pemukulan dalam insiden tersebut. (desastian)