JAKARTA (Panjimas.com) – Guru Besar Agama Islam Institut Pertanian Bogor, Kiai Didin Hafidhuddin mengaku masih tidak paham dengan cara polisi dalam menangani kasus yang menjerat Ustadz Bachtiar Nasir (UBN). Dalam penilaiannya, polisi terkesan memaksakan dan mencari-cari.
“Saya tidak paham kenapa bisa seperti itu, kenapa diusut ke situ (TPPU),” kata Didin saat dihubungi di Jakarta, Ahad (19/2).
Dalam pengertiannya, kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) biasanya uang yang didapatkan pelaku adalah dari uang yang mencurigakan atau hasil kejahatan. Tentu saja ini berbanding sangat jauh dengan uang hasil sumbangan dari masyarakat untuk aksi bela Islam.
Sehingga dalam sudut pandangnya, terkesan ada paksaan dalam pasal tersebut. Terkesan penyidik mencari-mencari sehingga diarahkan ke pasal TPPU. “Ini dari umat yang berinfaq, bershadakah untuk kepentingan umat Islam sendiri, harusnya sih tidak perlu dicari-cari kalau menurut saya. Ini kok dicari-cari itu kesannya,” kata dia.
Dana sumbangan, kata mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Republik Indonesia itu, sudah jelas uang milik masyarakat yang tulus menginfakkan. Bukan uang negara, bukan hasil kejahatan narkoba maupun korupsi. Masyarakat, kata dekan pasca sarjana Universitas Ibn Kaldun Bogor ini ikut menyumbangkan dalam aksi bela Islam itu sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Ada yang menyumbangkan dengan menggunakan uang, namun ada juga dalam bentuk lain baik berupa makanan maupun air mineral. Termasuk dirinya, Didin juga mengaku ikut memberikan sumbangan dalam aksi tersebut. Sehingga dia juga paham betul sejak awal kebaradaan dana tersebut sudah transparan.
“Iya dong (ikut nyumbang), cuma kan besar kecilnya berbeda, saya kira semuanya (nyumbang),” kata dia.
Bahkan, sambung Didin, informasi juga disampaikan sebelum aksi 212 oleh Bendahara Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GBPF) MUI, Lutfie Hakim tentang adanya sumbangan untuk aksi tersebut. Serta diumumkan juga berapa yang mereka dapatkan. “Disampaikan, diumumkan juga pada saat menjelang 212 itu kan oleh Pak Luthfi Hakim selaku bendaharanya, umumkan dapat sekian-sekianya,” kata mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional ini
Sehingga, masih kata Didin, jika memang polisi masih curiga dengan pendapatan dari sumbangan serta kemana saja dikeluarkan uang tersebut, tidak masalah untuk meminta pertangungjawaban. Namun, karena polisi mengaitkan dengan TPPU sehingga hal ini yang menuai kecurigaan itu sendiri. “Jadi maksud saya, kalau dimintai pertanggungjawaban ya tidak masalah, tapi tidak perlu dikait-kaitkan dengan tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Sehingga dia meminta agar polisi menjelaskan dengan terbuka letak tindak kejahatan tersebut. Bukan justru yang terlihat sekarang upaya mengkriminalisasi para ulama, terutama kepada para ulama yang aktif di GNPF. “Jadi menurut saya seharusnya sekarang terbuka pada masyarakat supaya jangan ada kesan seolah dicari-cari para tokoh ulama terutama yang aktif GNPF,” jelasnya.
Didin juga bertanya, kenapa polisi malah sibuk mencari-cari kesalahan dari uang yang sudah jelas asalnya. Seharusnya, polisi lanjutkan saja tindak kasus-kasus korupsi yang terbengkalai. “Kenapa uang itu yang dicari-cari, kenapa bukan uang korupsi yang sudah jelas-jelas banyak korupsi yang sekarang menghilang nggak karuan,” tambahnya. [AW/ROL]