JAKARTA (Panjimas.com) – Kuasa hukum GNPF-MUI, Kapitra Ampera meyakinkan pihaknya, termasuk Bachtiar Nasir, bisa mempertanggungjawabkan penggunaan dana sumbangan dari umat tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri tengah mengusut dugaan pencucian uang dana di Yayasan Keadilan untuk Semua yang menampung sumbangan masyarakat untuk Aksi Bela Islam II dan III pada 4 November 2016 atau 411 dan 2 Desember 2016 atau 212. Ustadz Bachtiar Nasir selaku Ketua GNPF-MUI dinilai terlibat dalam Yayasan Keadilan untuk Semua.
Kapitra meyakinkan, Bachtiar Nasir tidak terlibat dalam struktur pengurus Yayasan maupun dugaan pencucian uang yang tengah disidik Bareskrim Polri. Selain itu, ada atau tidaknya nama Bachtiar Nasir dalam pengurus Yayasan Keadilan untuk Semua bisa dilihat dari akta notaris pendirian yayasan jika yayasan tersebut terdaftar.
“Kami akan buktikan Bachtiar Nasir tak ada hubungannya dengan yayasan itu. Dia bukan pendiri, pembina, dan pengawas. Dan dia tidak masuk dalam struktur yayasan,” kata dia.
Informasi yang diterima Kapitra dari penyidik, bahwa kasus ini tidak berasal dari laporan masyarakat, melainkan temuan internal Dittipideksus Bareskrim Polri.
Telah Diaudit
Kapitra Ampera seperti lansir republika, mengatakan dana Aksi Bela Islam telah diaudit internal. Sumbangan masyarakat yang masuk ke rekening Yayasan Keadilan untuk Semua dikelola oleh GNPF sepenuhnya untuk kepentingan umat. “Polisi tidak bisa memberikan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ujarnya, Jumat (17/2) malam.
Mengenai dana sebesar Rp 600 juta yang disebut-sebut penyidik, Kapitra menjelaskan dana itu digunakan untuk beberapa kepentingan. Salah satunya, pemberian santunan untuk korban Aksi Bela Islam jilid dua pada 4 November 2016 lalu. “Selebihnya, GNPF salurkan untuk kegiatan lain,” ungkap Kapitra.
Sebelumnya, Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir telah menjelaskan dana sumbangan masyarakat juga disalurkan sebesar Rp 500 juta ke Aceh sesaat setelah bencana gempa melanda Serambi Makkah tersebut. Lantas, Rp 200 juta lainnya disumbangkan untuk korban bencana alam di Sumbawa. “Jadi dananya untuk umat lagi,” ujarnya, Jumat (10/2).
Sementara itu, polisi mempersoalkan dua rekening yang disebarkan GNPF ke masyarakat saat menghimpun dana Aksi Bela Islam. Setelah beberapa waktu, GNPF membagikan nomor rekening baru, masih atas nama Yayasan Keadilan Untuk Semua.
“Bachtiar Nasir mengalihkan, menutup rekening, dan memberikan sebagian dana ke rekening yang dibuka Habib Novel dengan (atas nama) rekening yayasan. Namun, (hanya) sebagian yang diserahkan seutuhnya. Di sinilah peran IA untuk melakukan pengambilan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul, Jumat (17/2).
Martinus memaparkan penyidik ingin mengetahui mekanisme pengambilan uang dari rekening yayasan dan mekanisme pengalihan dana tersebut. Atas dasar itulah penyidik menyangkakan juga dengan UU yayasan dan perbankan. “Yang patut diduga dalam kasus ini adalah ada peran tersangka IA dalam membantu atau mengalihkan sebagian dana-dana itu,” kata dia.
Kejanggalan
Sejak awal pemanggilan sudah terdapat kejanggalan. Dalam Undang-Undang mengamanahkan, pasal 227 KUHAP, surat panggilan harus diterima tiga hari sebelum jadwal pemeriksaan. “Ini dua hari, maka kita konfirmasi dulu ke penyidik, apakah ini telah memenuhi, tidak menyalahi kalau kita datang,” ucapnya.
Selain itu, kesamaan tanggal diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik) bersama surat pemanggilan, membuat dirinya bertanya-tanya alasan mengenai dipanggilnya Bachtiar. Sprindik terbit tertanggal 6 Februari, sedangkan pemangilan Bachtiar tertanggal 8 Februari.
Penetapan tanggal pemanggilan yang terlalu cepat dikeluhkan Kapitra. Kuasa hukum UBN menduga ada kekhilafan dari penyidik dalam membuat surat panggilan terhadap kliennya itu. ”Mungkin ada kekhilafan dan kekeliruan, terlalu bersemangat, sehingga amanah yang terlupakan, khususnya pasal 227 KUHAP,” ucapnya.
Kapitra Ampera, menilai tidak ada alasan polisi untuk mengusut dana yayasan tersebut. Sebab, sejauh ini tidak diketahui tindak pidana pokok atau awal yang menjadi dasar polisi untuk mengusut dugaan pidana pencucian uang dana yayasan Keadilan untuk Semua. “Perkara pokonya mana, siapa tersangkanya?” ucap Kapitra.
Menurutnya, sekalipun polisi mempunyai bukti pidana pokok adanya penyimpangan atau pengalihan dana yayasan ke pihak pendiri, pengurus, pembina atau pengawas yayasan maka Bachtiar Nasir tidak melakukan pelanggaran apapun.
“Sebab, Bachtiar tidak menduduki posisi-posisi di yayasan tersebut. Dengan begitu, Bachtiar Nasir tidak bisa diproses secara hukum. Selain itu, dana yang terkumpul di yayasan itu berasal dari sumbangan umat alias bukan uang negara.” (desastian)