JAKARTA (Panjimas.com) – Menanggapi perkara Mustolih Siradj yang meminta Alfamart agar transpran mengelola dana sumbangan konsumen dari kembalian uang belanja, Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk sebagai kuasa hukum Alfamart mengatakan, kalau Mustolih tidak menggugat Alfamart ke KIP dan tidak ada putusan KIP yang mengabulkan gugatannya, maka tidak akan ada gugatan Alfamart terhadap dirinya.
“Mustolih harus sadar bahwa tiap tindakan pasti ada risiko dan konsekuensinya.,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, belum lama ini, Sabtu (11/2/2017).
Yusril menjelaskan, gugatan Pembatalan Atas Putusan Komisi Informasi Publik yang mengabulkan gugatan Mustolih yang menyatakan posisi Alfamart sebagai “badan publik” adalah tindakan hukum yang sah berdasarkan Pasal 47 UU No 14/2008 jo Pasal 3 Perma No 2/2011.
Pihak yang tidak puas atas putusan KIP, lanjut Yusril, dibenarkan oleh UU untuk mengajukan gugatan pembatalan ke Pengadilan Negeri. Sama halnya dengan pihak yang tidak puas atas putusan pengadilan, dia dijamin oleh UU untuk mengajukan banding, kasasi dan PK.
Mustolih tidak perlu heran dan kaget kalau keputusan KIP digugat ke pengadilan dan menjadikan KIP sebagai Tergugat I dan dirinya sebagai Tergugat II. Gugatan itu adalah konsekuensi atas tindakan Mustolih menggugat Alfamart ke KIP.
“Kalau Mustolih tidak menggugat Alfamart ke KIP, dan tidak ada putusan KIP yang mengabulkan gugatannya, maka tidak akan ada gugatan Alfamart terhadap dirinya. Mustolih harus sadar bahwa tiap tindakan pasti ada risiko dan konsekuensinya. Kalau tidak mau menghadapi risiko, lebih baik duduk manis, jangan gugat sana gugat sini,” jelas Yusril.
Lanjut dia, Alfamart menolak putusan KIP bukan tanpa alasan hukum. KIP mengabulkan gugatan Mustolih yang menganggap Alfamart tidak transparan mengelola sumbangan. Alfamart menurut Mustolih, dan dibenarkan KIP, harus membuka ke publik kepada siapa saja sumbangan itu diberikan.
“Putusan seperti itu bertentangan dengan UU yang mengatakan bahwa keharusan seperti itu hanya berlaku bagi Badan Publik sebagaimana diatur oleh UU,” tegas Yusril.
KIP dalam putusannya menyatakan bahwa PT Sumber Alfaria Jaya sebagai pemilik Alfamart adalah badan publik. Putusan ini ditolak Alfamart. Alfamart adalah perusahaan publik (Tbk), tetapi perusahaan publik bukanlah Badan Publik sebagaimana disebutkan oleh Pasal 1 UU No 14/2008.
Badan Publik menurut UU ini adalah badan eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan-badan negara lainnya yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD termasuk BUMN dan BUMD, parpol dan ormas tertentu.
Yusril menilai, putusan KIP jelas keliru. Menurut dia, Alfamart tidak termasuk kategori badan publik. Apalagi, lanjut Yusril, kegiatan utama Alfamart adalah bisnis retail, bukan lembaga yang mengelola dan menyalurkan dana sosial masyarakat.
Kegiatan pengelolaan sumbangan tersebut adalah kegiatan sampingan dan dari setiap dana yang dikelola disalurkan kepada yayasan-yayasan dan lembaga-lembaga yang membutuhkan untuk dibuatkan program yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa pemotongan sedikitpun.
“Tidak benar pula putusan KIP yang mengatakan Alfamart menikmati 10% sumbangan untuk dirinya. Karena itu Alfamart menolak keputusan KIP. Tidak ada cara lain untuk membatalkan putusan itu selain menggugatnya ke pengadilan negeri,” ujar Yusril.
Karena Alfamart berkeyakinan dirinya bukan badan publik dan bukan pula organisasi atau lembaga yang secara langsung menerima dan mengelola serta menyalurkan sumbangan, maka tidak ada kewajiban bagi dirinya untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumbangan kepada publik.
Yusril menuturkan, sumbangan yang dihimpun dari konsumen dicatat dan dipertanggungjawabkan secara berkala ke Kementerian Sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 14 PP No 29 Th 1980. Sesuai ketentuan ini, jika warga masyarakat ingin tahu kemana saja sumbangan disalurkan dapat memintanya ke Kemensos. Bukan memintanya ke Alfamart, karena ia bukan Badan Publik.
“Kepada Mustolih, saya mengharapkan agar tidak mendramatisir gugatan ini dengan kalimat-kalimat bombastis. Kami ajukan gugatan secara sah dan wajar ke pengadilan dan tidak pernah “menyeret” anda kesana. Anda tidak perlu terkesan panik sehingga mengatakan “saya santri, saya tidak gentar, tapi ini preseden buruk bagi konsumen Indonesia, minta transparansi malah diseret ke pengadilan”, kata Yusril.
Yusril menambahkan, soal gugat menggugat ke pengadilan adalah perkara perdata yang dijamin undang-undang. “Kalau memang sebagai santri anda tidak gentar menghadapi gugatan ini, mengapa anda teriak ke publik mau minta perlindungan hukum ke Presiden, DPR, Mendag, Mensos dan lembaga-lembaga lain?
“Apakah Alfamart melakukan sesuatu yang melanggar hukum ketika menjadikan anda sebagai Tergugat II dalam gugatan pembatalan Keputusan KIP di Pengadilan Tangerang sehingga anda butuh perlindungan hukum dari beliau beliau itu?,” sambungnya.
Menurut Yusril, tidak ada preseden buruk karena menggugat keputusan KIP atas sengketa yang anda ajukan dan putusannya dianggap tidak sesuai hukum, sebab hal itu adalah langkah yang jelas dijamin undang-undang. “Sebagai Tergugat II anda hanya diminta untuk menaati putusan pengadilan nanti, jika gugatan dikabulkan,” ungkapnya. (desastian)