JAKARTA (Panjimas.com) – Kegaduhan demi kegaduhan yang dialami negeri ini sepertinya akan terus berlangsung. Seakan sambung menyambung, kali ini kegaduhan baru dikarenakan bersikukuhnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang tidak akan memberhentikan sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat ini statusnya sebagai terdakwa kasus penistaan agama dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Padahal pada pertengahan Desember 2016 lalu, Mendagri berjanji akan segera melakukan pemberhentian sementara terhadap Ahok setelah masa cuti kampanye yang dijalaninya berakhir.
“Saya minta pemerintah janganlah buat kegaduhan baru, rakyat sudah lelah. Apalagi saat ini sedang masa tenang Pilkada. Mendagri bijaklah, dari sisi peraturan perundang-undangan maupun dari sisi kepantasan, tidak layak seorang terdakwa masih memimpin sebuah pemerintahan di daerah apalagi diperbolehkan mengambil keputusan-keputusan strategis,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Jakarta (13/2).
Fahira mengungkapkan, alasan Mendagri yang menyatakan tidak bisa memberhentikan sementara Ahok dari jabatannya karena Jaksa Penuntut Umum belum mengajukan tuntutan resmi dinilai mencari-cari celah untuk tidak memberhentikan Ahok.
Padahal, lanjut Fahira, sudah jelas kasus penistaan agama oleh Ahok salah satu ancaman hukumannya adalah pidana penjara lima tahun sehingga dari sisi regulasi (UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah) sudah memenuhi syarat untuk diberhentikan sementara sampai hakim menentukan yang bersangkutan bersalah atau tidak.
Menurut Fahira, kebijakan Mendagri adalah sebuah bentuk kegamangan dan ketidakkonsistenan dengan apa yang dulu pernah diucapkannya yaitu segera memberhentikan sementara Ahok setelah cuti kampanye berakhir. Oleh karena itu, jangan salahkan rakyat kalau mereka punya persepsi bahwa pemerintah memberi perlakuan khusus dan melindungi seorang kepala daerah yang bernama Ahok. Untuk itu, Mendagri diminta memikirkan kembali dengan jernih kebijakan yang diambilnya ini, karena akan punya konsekuensi hukum dan dapat dipastikan akan menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Okelah, Mendagari punya penafsiran sendiri atas pasal penghentian sementara kepala daerah dalam Undang-Undang Pemda, walau penafsirannya sangat bisa dibantah. Namun, apakah layak seorang terdakwa masih memimpin sebuah pemerintahan. Mendagri harus paham, bahwa salah satu alasan kenapa undang-undang mengharuskan kepala daerah yang statusnya terdakwa diberhentikan sementara agar yang bersangkutan bisa fokus pada persoalan hukum yang sedang dijalaninya dan tidak mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan,” pungkas Senator Jakarta ini. [AW]