JAKARTA (Panjimas.com) – Upaya yang mengarah pada kecurangan sudah terjadi sebelum Pilkada DKI Jakarta. Mulai dari beredarnya e-KTP palsu dari Kamboja di Bandara Soekarno-Hatta, hingga aktifnya kembali Gubernur DKI Jakarta Ahok meski berstatus terdakwa.
“Upaya kecurangan sistematik itu dilakukan secara menyeluruh dan begitu kuat. Sejak diaktifkannya kembali Ahok sebagai gubernur, meski berstatus terdakwa membuktikan, dari sini saja sudah curang,” kata Wakil Sekjen Majelis Nasional Kahmi, Manimbang Kahariyadi saat jumpa pers di Hotel Sofyan Inn, Jakarta, (14/2).
Pendapat yang sama juga dikatakan Abdul Malik dari Forum Komunikasi Rakyat Jakarta (FKRJ). Dikatakan, Jakarta harus diselamatkan dari kecurangan pilkada. Tanda-tanda kecurangan yang sangat sistematis itu terlihat dengan adanya e-KTP Impor lebih kurang 500.000 di Bea Cukai. Mendagri mengakui adanya KTP impor untuk kepentingan bisnis.“Pesepak bola Gonzales saja, untuk menjadi Warga Negara Indonesia harus berdiam diri di Indonesia selama 5 tahun.”
Aroma kecurangan juga dirasakan, rakyat bisa mencoblos ke TPS, tanpa harus menggunakan kata pengantar dari RT dan RW setempat, cukup dari kelurahan saja. Ia mengkhawatirkan, kotak suara di TPS yang dibawa ke kecamatan rawan diwarnai kecurangan, karena siapa bisa jamin. “Anehnya lagi, Kapolda melarang masyarakat untuk mengawasi TPS. Ini tidak etis. Kalau wasitnya benar, tentu tak perlu diawasi. “
Manimbang dan Abdul malik menghimbau instrument pemilukada berlaku netral, amanah, jujur dan bertanggungjawab. “Kami mendesak bukti-bukti adanya pelanggaran harus segera diproses.”
KTP Palsu
Serbuan ratusan ribu KTP elektronik atau e-KTP dari Kamboja menjelang hari pencoblosan Pilkada membuat masyarakat mempertanyakan kejujuran pemilu daerah, terutama di DKI.
Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengakui aparatnya menemukan adanya e-KTP atau KTP elektronik palsu di Bandara Soekarno-Hatta yang dikirim dari Kamboja yang ditujukan kepada seseorang bernama Leo.
“Benar, ada e-KTP dari Kamboja dan masuk tanggal 3 Januari 2017 lalu,” kata Heru Pambudi saat menjawab pertanyaan anggota Komisi II DPR RI di Gedung Bea Cukai, Jakarta.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy meminta pihak berwajib serius untuk mengusut temuan Bea Cukai Bandara Sukarno Hatta soal KTP elektronik atau e-KTP palsu yang dikirim dari Kamboja jelang Pilkada serentak 17 Februari mendatang.
Jika yang dipalsukan sampai 450 ribu buah, angka ini tentu sudah cukup untuk memenangkan Pilkada, atau mampu menggusur pekerja lokal jika peruntukannya adalah pekerja asing. Lebih miris lagi, beredar informasi di kalangan awak media bahwa 450 ribu e-KTP itu dikirim untuk seseorang yang merupakan kerabat keluarga salah satu pejabat daerah. Aroma kepentingan Pilkada sangat menyengat sekali.
Kecurangan bisa dirasakan dengan beredarnya informasi bagi-bagi uang yang nilainya Rp 500 ribu per orang, atau diundur-undurnya penonaktifan Ahok usai berstatus tersangka pada kasus penodaan agama oleh Mendagri.
Langkah Mendagri Tjahjo Kumolo tersebut bertolak belakang dengan apa yang pernah dilakukannya terhadap Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah, Gubernur Riau Annas Maamun, dan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, termasuk kepada Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviandi yang baru menyandang status tersangka dalam kasus pidana langsung di-hentikan.
Mencuatnya e-KTP palsu kali ini bukan hal baru. Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo sendiri sempat membeberkan fakta bahwa jutaan e-KTP palsu telah beredar di tengah masyarakat dan percetakannya ternyata dilakukan di Paris dan Tiongkok.
Apabila pemegang e-KTP palsu sampai lolos dan melakukan pencoblosan, artinya calon yang menang adalah gubernur bodong. Bagaimana mungkin gubernur KW seperti ini bisa kita harapkan kepemimpinannya. Oleh sebab itu, kasus e-KTP palsu ini harus diungkap secara terang, tanpa perlu ditutup-tutupi seperti identitas anak pejabat tinggi yang tertangkap memakai narkoba sambil main perempuan. (desastian)