JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam persidangan kasus penistaan agama, Senin (13/2), Prof. Dr. Muhammad Amin Suma yang dihadirkan sebagai saksi ahli agama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyebutkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok) dalam pidatonya itu telah menistakan Al Qur’an.
Prof. Dr. Muhammad Amin Suma menjadi ahli berdasarkan surat tugas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan merupakan saksi pertama yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kasus penistaan agama di Kementan, Jakarta Selatan.
Sebelumnya, kuasa hukum Ahok sempat menolak saksi ahli agama dari MUI tersebut, dengan alasan tidak independen. Usai bersaksi di persidangan, Amin Summa tak membicarakan persoalan tafsir. Sebab, MUI mengeluarkan sikapnya keagamannya pun bukanlah berdasarkan tafsir, tapi mengacu pada kata-kata Ahok di pidatonya.
Amin Summa pun sempat menjelaskan tentang arti kata Auliya yang dalam konteks ini diartikannya sebagai pemimpin. “Auliya itu salah satunya berarti pemimpin, tak boleh dipertentangkan. Sudah dinyatakan juga dipersidangan sebagai ahli saya katakan ada (penistaan agama). Jadi itu terletak pada kata dibohongi itu,” tuturnya.
Dia menambahkan, persolan tafsir itu boleh berbeda-beda, tapi secara tersurat jelas kalau kata dibohongi itu mengandung penistaan. Adapun soal penolakan yang diajukan tim kuasa hukum Ahok, dia tak mempermasalahkannya karena itu haknya dan dia pun menghormatinya.
Amin Suma mengatakan, “Masalahnya dibohongi pakai Al-Maidah Ayat 51 atau dibodohi pakai Al-Maidah Ayat 51. Al Quran tidak akan pernah membohongi siapa pun,” kata Amin dalam ruangan sidang.
Tim pengacara Ahok sempat mengajukan keberatan kepada majelis hakim atas kehadiran Amin. Mereka berpendapat Amin tak bisa bersikap objektif lantaran merupakan bagian dari MUI, yang mengeluarkan sikap keagamaan dalam kasus dugaan penodaan agama itu.
“Ahli yang ada konflik kepentingan tidak bisa independen, tidak mungkin bisa menilai produk keagamaan secara obyektif karena ahli ikut serta menerbitkan ini (sikap keagamaan),” kata pengacara.
Tudingan ini serupa dengan yang pernah dilontarkan tim pengacara Ahok pada sidang kesembilan. Kala itu, tim pengacara Ahok menilai aksi anggota komisi fatwa MUI Muhammad Hamdan Rasyid yang dihadirkan jaksa penuntut umum ‘tidak independen’.
Dalam sidang kesembilan, Anggota Komisi Fatwa MUI, KH. Hamdan Rasyid juga menilai ucapan Ahok sebagai bentuk penistaan agama, terutama kata dibohongi pakai Al Maidah 51. “Kalau begitu Al Ma’idah alat kebohongan. Kalau anda sebagai muslim ragu pada Al Qur’an, murtad dia.”
Dalam persidangan kemarin, JPU turut menghadirkan saksi-saksi lainnya, yakni: Dr. Mudzakkir, SH, MH (Ahli Hukum Pidana), Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH (Ahli Hukum Pidana), dan Prof. Mahyuni, MA, PhD (Ahli Bahasa Indonesia). (desastian)