JAKARTA (Panjimas.com) – Quick country (hitung cepat) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei pada momen Pilkada maupun Pilpres tidak perlu ada, jika KPU memiliki sistem software yang canggih.
Hal itu dikatakan Guru Besar Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Khairil Anwar Notodiputro dalam diskusi Membedah Metode Quick Count pada Pilkada 2017 di Hotel Sofyan yang diselenggarakan Grup Riset Potensial (GRP), belum lama ini (6/2).
Selama ini quick count, kata Khairil, berpotensi disalahgunakan oleh pihak tertentu. “Quick count itu ada sisi negatifnya. Berbahaya jika quick count ini digunakan untuk menekan KPUD,” jelas Khairil dalam
Selanjutnya, kata Khairil, quick count ini juga berbahaya jika diperjualbelikan kepada pasangan calon kepala daerah. “Metode quick count ini kadang hanya mengambil sampel pada kantung-kantung suara satu paslon tertentu,” ujar Khairil.
Menurut Khairil, quick count ini sejatinya bukanlah hasil akhir seperti sensus, melainkan sebuah sampel yang belum pasti akurasinya.
Menanggapi Khairil, KPU DKI Jakarta menegaskan akan mengutamakan hasil perhitungan keseluruhan dari TPS dibanding hasil quick count. “Kami tetap real count. Jadi, kami mendata berita acara C1 dari semua TPS pada Pilkada nanti,” ujar Dahlia Umar, Komisioner KPU DKI Jakarta pada kesempatan yang sama.
Menurutnya, KPU memiliki sistem dalam melakukan perhitungan sehingga tak terpengaruuh hasil hitung cepat lembaga survei. “KPU punya sistem untuk real count, terus menghitung secara bertahap dan terus menerus sampai selesai 100 persen. Hasilnya kemudian bisa dilihat secara online dalam waktu 24 jam,” tambahnya.
Mengenai hasil hitung cepat yang dirilis lembaga survei, ia menyerahkan pada masyarakat. “Hasil lembaga survei sama atau beda, masyarakat yang menilai,” katanya. * [desastian)