JAKARTA (Panjimas.com) – Dewan Pers menegaskan, media Islam atau media apapun yang berlabelkan agama adalah bagian dari Pers. Selama mengikuti persyaratan untuk mendaftarkan medianya ke Dewan Pers dan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan.
“Mau media Islam atau media Katolik, masing-masing punya haknya. Agar mendapatkan pengakuan sebagai insan pers, media Islam ataupun media yang berlabelkan agama harus mengikuti program verifikasi dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW),” ujar Wakil Ketua Dewan Pers. Ahmad Djauhar kepada wartawan di Gedung Dewan Pers, Senin (6/2).
Pernyataan itu menjawab tudingan, media Islam bukan bagian dari pers, karena dianggap sebagai media partisan, bahkan distigmatisasikan sebagai media hoax, anti NKRI, anti bhineka, intileran, menyajikan ujaran kebencian dan citra buruk lainnya.
Ahmad Djauhar yang juga menjabat Ketua Harian SPS mengatakan, media Islam agar tidak disebut media hoax ataupun partisan, tentu harus tabayun atau verifikasi, dan diuji keshahihannya, sebelum menyebarkan informasi.
“Jika media Islam sudah terverifikasi di Dewan Pers, otomatis, ketika terjadi pemblokiran, media dan jurnalis yang bersangkutan akan mendapatkan pembelaan dan perlindungan dari Dewan Pers. Jadi, media apapun, bukan hanya media Islam, entah itu media Katolik, atau sekuler sekalipun, terpenting harus memenuhi persyaratan yg digariskan Dewan Pers,” jelas Djauhar.
Lebih lanjut, Djauhar membantah adanya pemaksaan dalam penggunaan Barcode sebagai bentuk persyaratan media untuk lolos verifikasi. “Tak ada paksaan dalam penggunaan barcode. Itu sifatnya sukarela.”
Media Islam agar terverifikasi di Dewan Pers, kata Djauhar, jurnalisnya harus mengikuti Uji Kompetensi Wartawan. Sehingga kemampuan seorang wartawan muslim akan terukur. “Yang sudah ikut UKW saja masih melakukan kesalahan. Jurnalis muslim yang belum ikut UKW, medianya sulit untuk bisa lolos verifikasi. Karena itu, jurnalis muslim harus memahmi tata cara pengelolaan media yg benar.”
Saat ini ada banyak lembaga pers yang akan memberikan uji kompetensi, seperti di PWI ataupun AJI. Kampus, sebagai lembaga pendidikan yang mengajarna ilmu jurnalistik sekalipun, tetap harus mengikuti UKW sebagai persyaratan. Bahkan yang sudah menjadi anggota PWI, tapi belum ikut UKW, tak bisa terverifikasi.
Djauhar kembali membantah tudingan, persyaratan media untuk mengikuti program verifikasi bertujuan untuk memberangus media yang berlabel Islam. Itu berlebihan. Dewan Pers tidak ada niat jahat untuk itu.
“Kami juga tidak bisa membela media Islam, seandainya melakukan hatespeech. Media Islam atau media apapun yang berlabelkan agama tetap harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” kata Djauhar. (desastian)