JAKARTA (Panjimas.com) – Juru bicara DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik dalam pernyataan persnya, Senin (6/2), menyesalkan aksi unjuk rasa ke kediaman mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, mengingat telah dilindungi UU.
“Padahal, apabila mahasiswa bermaksud melakukan protes, aksi bisa dilakukan di kantor DPP Partai Demokrat. Kami terbuka pada dialog dan mengakui unjuk rasa damai adalah hak konstitusional kita semua.”
Rachland juga mempertanyakan kenapa aparat hukum terlambat datang dan gagal melakukan langkah preventif, mengingat info demo ke kediaman Presiden RI ke enam itu sudah beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
“Infonya, pelaku demo adalah mahasiswa yang melakukan pertemuan di Cibubur dimana Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Antasari Azhar hadir memberi pengarahan.”
Selanjutnya, Jubir DPP Partai Demokrat itu juga mempertanyakan, apakah kelambanan aparat hukum dan kegagalannya mengambil tindakan preventif tersebut adalah buah dari inkompetensi atau kesengajaan membiarkan? Apakah Polisi unable atau unwilling dalam menjalankan tugasnya melindungi Presiden RI ke enam? Kapolri perlu memberi penjelasan.
Rachland Nashidik mengecam siapapun aktor politik yang menipu dan memanipulasi para mahasiswa demi kepentingan dan tujuan politik jangka pendek. Adalah fakta bahwa sebagian besar mahasiswa yang diajak berdemo tadi tidak mengetahui bahwa rumah yang mereka datangi adalah kediaman Presiden Ri keenam.
Juru bicara DPP Partai Demokrat menyerukan kepada mahasiswa untuk lebih berhati-hati menjaga dirinya dari godaan politik partisan yang sengaja menyeret mereka ke dalam konflik politik kekuasaan.
Mahasiswa “Pesanan”
Sebelumnya, ratusan orang yang mengatasnamakan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan kediaman mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Kuningan, Jakarta, Selatan, Senin, (6/2). “Undang Undang tak bolehkan unjuk rasa di rumah pribadi. Polisi juga tidak memberitahu saya,” begitu cuitan Ketua Umum Partai Demokrat SBY di twiter pribadinya.
SBY mengungkapkan bahwa aksi yang diarahkan ke dirinya itu sudah terjadi sebelumnya.”Kemarin yang saya dengar, di Kompleks Pramuka Cibubur ada provokasi dan agitasi terhadap mahasiswa untuk ‘tangkap SBY’,” kata SBY.
Panjimas juga menerima informasi yang beredar di sosial media, bahwa pada tanggal 4 Febuari 2017 sekitar 3000 mahasiswa dari 500 kampus di 25 Propinsi berkumpul di Bumi Perkemahan Cibubur selama 3 hari untuk meneguhkan “komitmen menjaga Indonesia”. Acara itu mengundang beberapa Menteri untuk memberi pemaparan.
Ketua Umum Angkatan Muda Demokrat (AMD) Boyke Novrizon dalam keterangan tertulisnya menyesalkan kegiatan Jambore Nasional Mahasiswa ke-2 yang dilaksanakan di Cibubur pada tanggal 4-6 Februari 2017. “Acara tersebut telah dipolitisasi menjadi ajang untuk mengecam Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kami Memiliki bukti kuat atas pendidikan fitnah bermotif provokatif di sana. Mahasiswa disuruh untuk meneriakan yel yel “tangkap SBY”,” ujar Boyke.
Dia menyebut para nara sumber yang hadir telah memberikan materi yang sesat dan penuh dengan fitnah keji dan jahat. “Mahasiswa dijadikan umpan untuk melakukan perbuatan yang salah secara moral dan hukum,” sebutnya.
Dia juga berharap Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP untuk memberikan penjelasan atas kehadiran Aldian Napitupulu yang disebutnya sebagai otak operasi kegiatan Jambore Nasional Mahasiswa.
Disinyalir, agenda Jambore Nasional di Cibubur digagas oleh politisi PDIP Adian Napitupulu itu di arahakan untuk mematikan gerakan mahasiswa dan menghidupkan gerakan komunis.
Salah satu pembicara mengatakan komunis suda tidak ada. Para mahasiswa yang hadir diserukan pula untuk menyanyikan yel yel bubarkan FPI dan Tangkap SBY.
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki membantah telah melakukan provokasi saat hadir bersama sejumlah menteri memenuhi undangan panitia Jambore Nasional Mahasiswa ke-2 di Cibubur, Jakarta Timur. “Tidak ada provokasi, siapa yang berani, itu pidana,” kata Teten di kompleks Istana Negara. (desastian)