JAKARTA (Panjimas.com) – Persidangan uji materiil (judicial review) terhadap tiga pasal-pasal terkait delik kesusilaan pada KUHP (yaitu pasal 284, 285, 292) telah berakhir, Rabu (1/2). Persidangan yang telah dilakukan sejak bulan Juni 2016 menjadi catatan tersendiri bagi Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia.
“Mengapa kami melakukan permohonan judicial review? Ada alasan dan harapan kami agar dikabulkannya permohonan judicial review ini,” ujar Ketua AILA, Rita Subagyo dalam siaran pers yang diterima Panjimas.com.
Para pemohon yang terdiri dari orangtua, pendidik, peneliti, pegiat keluarga dan masyarakat, adalah pihak yang selama ini begitu resah terhadap fakta mengenai besarnya kerusakan moral terkait maraknya perzinaan, perkosaan dan hubungan cabul sesama jenis yang mengancam ketahanan keluarga, kualitas generasi penerus bangsa, serta ketahanan bangsa dan Negara.
“Kami menemukan besarnya terjadinya perselingkuhan, perzinaan, perkosaan, dan hubungan cabul sesama jenis di berbagai daerah, di wilayah pegunungan dan pesisir yang jauh dari pusat keramaian ibu kota maupun kota-kota besar, apalagi di wilayah asal tenaga kerja Indonesia ke luar negeri,” ungkap Rita.
AILA juga menemukan kelompok anak-anak yang mulai belajar berhubungan cabul sesama jenis. Pemohon menyaksikan turbulensi kehidupan dialami keluarga Indonesia akibat maraknya fenomena penyimpangan seksual dan dampak akibatnya.
Penyebab perilaku seksual menyimpang, salah satunya adalah upaya advokasi para pihak yang menuntut pengakuan bahwa homoseksualitas merupakan suatu cara atau pilihan hidup dan merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM).
Situasi tersebut sedikit banyak telah membawa kepada sikap permisif bahkan menjadi inspirasi bagi anak-anak untuk ditiru. Kondisi tersebut sangat menghawatirkan, menakutkan bahkan mengintimidasi para orang tua yang setiap saat senantiasa berdoa untuk memohon keturunan yang sholeh-sholehah dan keselamatan seluruh anggota keluarga dari perilaku yang tidak dikehendaki.
“Judicial review ini merupakan ikhtiar dan perjuangan kami guna melindungi keluarga melalui optimalisasi dan harmonisasi instrumen hukum, disamping berbagai upaya pendidikan dan pemberdayaan keluarga dan masyarakat yang telah kami lakukan selama ini,” harapnya.
Pengajuan uji materiil ini dilandasi keyakinan para pemohon, dan banyak warga Negara Indonesia, bahwa kepastian hukum larangan perzinaan, larangan perkosaan, dan larangan hubungan homoseksual akan memiliki efek pencegahan dan menjadi acuan untuk tidak melakukan perilaku seksual menyimpang.
“Di mata kami, hukum tidak semata bersifat tuntutan, namun juga berfungsi sebagai tuntunan, pencegahan dan perlindungan. Negara memiliki kewajiban yang diamanatkan oleh konstitusi UUD 45 untuk membangun generasi penerus bangsa dan membangun ketahanan keluarga.” (desastian)