JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam proses persidangan perkara a quo, Tim pengacara terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok telah memperlakukan saksi dengan tidak mengindahkan nilai-nilai etika dan kesantunan, mengingat saksi adalah seorang ulama yang menjadi panutan umat Islam Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Drs. H. Zainut Tauhid Saadi, M.Si, didampingi oleh Wakil Sekjen Dr Amirsyah Tambunan, dan KH. Muhyidin Junaidi, di Gedung MUI, Kamis (2/2) pagi.
Dalam proses persidangan ke-8 pada 31 Januari 2017 terkait perkara penodaan agama di Kementerian Pertanian RI, Jalan HR. Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia DR. KH. Ma’ruf Amin dihadirkan sebagai saksi, untuk menerangkan proses penerbitan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI yang diterbitkan tanggal 11 Oktober 2016.
Dewan Pimpinan MUI juga menilai Tim Pengacara terdakwa maupun Ahok selaku terdakwa, tidak fokus pada substansi materi yang diterangkan oleh saksi, sehingga Tim Pengacara dalam menggali informasi dari saksi cenderung mengaitkan dengan hal-hal yang tidak terkait dan tidak pantas.
“Tim pengacara terdakwa cenderung menekan dan melecehkan kebenaran keterangan saksi, sehingga saksi diposisikan sebagai pemberi keterangan palsu,” kata Zainut.
Berdasarkan hal itu, Dewan Pimpinan MUI dalam pernyataan sikapnya, menyesalkan terjadinya tidak diindahkannya nilai-nilai etika, dan kehormatan lembaga peradilan dalam proses persidangan perkara a quo.
MUI juga menyesalkan sikap Tim Pengacara terdakwa maupun Ahok terhadap saksi (Dr. KH. Ma’ruf Amin) yang menekan dan melecehkan kebenaran keterangan saksi dengan sikap yang arogan dan tidak santun serta tidak mengindahkan nilai-nilai kehormatan lembaga peradilan.
Dewan Pimpinan MUI meminta kepada Komisi Yudisial RI untuk menegakkan kode etik lembaga peradilan dalam pemeriksaan perkara a quo. MUI juga meminta Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung untuk lebih mengintensifkan pemantauan dan pengawasan proses persidangan perkara a quo, sehingga seluruh persidangan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika persidangan. (desastian)