JAKARTA (Panjimas.com) – Presiden RI keenam sekaligus Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pihak berwenang segera mengusut tuntas isu penyadapan yang dilakukan terhadap dirinya, seperti diungkapkan tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Jika percakapan saya dengan pak Maruf Amin atau percakapan siapa dengan siapa itu disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, itu namanya ilegal. Saya berharap kepolisian, kejaksaan pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE,” ujar SBY dalam konferensi pers tanpa tanya jawab di DPP Demokrat, Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu petang.
SBY menekankan tim kuasa hukum Ahok dalam persidangan menyebut memiliki bukti percakapan antara dirinya dengan Ketua MUI yang juga Rais Aam PBNU Maruf Amin yang menyangkut Fatwa MUI soal kasus Ahok.
Menurut dia, sesuatu hal yang diutarakan dalam persidangan memiliki keabsahan dan kekuatan tersendiri.
Oleh karena itu, dirinya meminta pengusutan atas penyadapan yang dilakukan terhadapnya.
Dia mengatakan persoalan isu penyadapan terhadap dirinya bukan merupakan delik aduan, pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan dari dirinya untuk bisa melakukan pengusutan sebab ketentuan penyadapan sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.
SBY secara pribadi tidak meyakini dirinya disadap, karena sebagai mantan Presiden dirinya mendapatkan pengamanan oleh Paspampres. Pengawalan yang diperoleh meliputi pengawalan terhadap dirinya sebagai individu, kegiatan hingga kerahasiaan pembicaraannya.
“Jadi saya antara yakin dan tidak yakin saya disadap. Kalau betul disadap, ada Undang-Undang ITE, di Pasal 31 disebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan penyadapan, dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 juta,” ujar SBY.
Dia menegaskan saat ini “bola” persoalan bukan ada pada dirinya atau Maruf Amin atau Ahok dan kuasa hukumnya. Menurut dia, “bola” persoalan kini berada di penegak hukum.
“Bola sekarang bukan ada pada saya, bukan di pak Maruf Amin, bukan di pak Ahok dan pengacaranya, tapi di Polri dan penegak hukum lain. Kalau ternyata yang menyadap adalah institusi negara, maka bola berada di pak Jokowi,” jelas dia. [AW/Antara]