JAKARTA (Panjimas.com) – Dai muda, Ustadz Felix Siaw mengungkapkan keprihatinannya atas kriminalisasi kalimat tauhid. Ia menilai, ada phobia terhadap kalimat tauhid belakangan ini.
“Sepertinya bukan bendera merah-putih yang mereka pedulikan, tapi lebih kepada anti dan phobi kepada lafadz tauhidnya. Seolah tauhid bukan bagian dari Indonesia, padahal, inti Indonesia adalah tauhid, yang membuatnya jadi Indonesia,” kata Ustadz Felix Siaw melalui akun twitter pribadinya @felixsiauw, Ahad (22/1/2017).
Ustadz Felix mempertanyakan soal bendera merah putih yang diperkarakan lantaran dibubuhi kalimat tauhid.
“#SekedarNanya, mengapa dari dulu pembubuhan apa saja di bendera dibiarkan? tetapi sekali tauhid dibubuhkan, langsung diusut?” tanya penulis buku Muhammad Al-Fatih 1453 itu.
Ia juga heran, mengapa para partisipan Aksi Bela Islam III 212 yang sukses digelar dengan damai tanpa halangan sedikitpun, justru menjadi ancaman.
“#SekedarNanya ada apa dengan kapolri dan kepolisian? Mengapa menjadikan semua partisipan #212 seolah ancaman? apa dasarnya?” sambungnya.
Polemik bendera merah-putih yang dibubuhkan lafaz tauhid yang kemudian diusut. Seolah-olah memperlihatkan bahwa tauhid bukan bagian dari Indonesia.
“#SekedarNanya lalu apakah Indonesia tidak boleh punya identitas Islam? Atau ini keberpihakan pada siapapun yang menyoal penista agama?” imbuhnya.
Terakhir, Ustadz Felix menyampaikan kritik kepada Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian yang dianggapnya selalu berhadap-hadapan dengan Umat Islam.
“Andaikan pak Tito terus abai dengan kondisi ini, dan selalu mengambil posisi berhadap-hadapan dengan ummat, sungguh ini sangat tak bijak. Indonesia ini merdeka sebab lisan ulama, nyawanya negara ini ialah Islam, jangan lupa sejarah. Dan yang paling penting, Islam diatas semua,” tandasnya.
Untuk diketahui, Nurul Fahmi, pembawa bendera merah putih bertuliskan Kalimat Tauhid saat Aksi Bela Ulama 161 di depan Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, ditangkap Polisi. Sementara tersebar di media sosial, banyak bendera RI bercorat-coret, tidak pernah ditindak pihak berwajib. Fahmi diduga melanggar Pasal 66 jo Pasal 24 subsider Pasal 67 UU No 24 Tahun 2009. [AW]