JAKARTA (Panjimas.com) – Saksi sejarah, Taufiq Ismail menceritakan situasi sekitar tahun 1960an jelang pemberontakan PKI yang ketiga kalinya.
Ia mengungkapkan, para pemimpin Umat Islam kala itu difitnah, hingga dijebloskan ke penjara oleh rezim Orde Lama. (Baca: Budayawan dan Saksi Sejarah Pemberontakan PKI 1965 Khawatir Lihat Kondisi Indonesia)
“Pertama sekali, pemimpin-pemimpin Islam difitnah. Pemimpin-peminpin Islam diusahakan agar ditahan, dimasukkan ke dalam tahanan dengan macam-macam cara,” kata Taufiq Ismail saat menjadi pembicara dalam Majelis Taqarrub Ilallah Pembaca Suara Islam (MTI PSI), di Masjid Baiturrahan, Jl. Dr. Saharjo No. 100 Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan, Ahad (22/1/2017).
Para ulama dan tokoh Islam terkemuka harus mendekam di balik terali besi tanpa diadili dan dibuktikan kesalahan mereka. (Baca: Tips Buya Hamka Menyelamatkan Diri dari Ganasnya Siksaan Penjara. Cukuplah Allah sebagai Pelindung!!)
“Bapak Muhammad Natsir, Syafrudin Prawiranegara, Buya HAMKA, Isa Anshary dan seterusnya, mereka masuk ke dalam tahanan, sampai kudeta berlangsung mereka tidak pernah diadili,” ujarnya.
Berbagai upaya kriminalisasi dengan mencari-cari kesalahan, mereka tega menjerat ulama agar masuk penjara. Menurut Taufiq Ismail, hal itu sama seperti kondisi saat ini.
“Ada penangkapan-penangkapan para pemimpin umat yang dibuat sedemikian rupa supaya umat itu merasa ‘aduh pimpinan kita masuk penjara’ macam-macam alasannya. Seperti juga sekarang, macam-macam alasan, kemudian dicari-cari, digali-gali,” ungkapnya.
Bahkan, termasuk upaya teror dengan tuduhan makar dan sejenisnya pun dilakukan. Taufiq Ismail menceritakan di Pondok Pesantren Al-Jauhar di Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kediri, pada 13 Januari 1965, PII melakukan pelatihan. Pada waktu istirahat, Pemuda Rakyat dan PKI, masuk menyerbu masjid, lalu para pelajar PII itu dibawa ke luar masjid, Al-Qur’an yang ada di dalam masjid diinjak-injak, mereka menyeret pelajar PII dengan berteriak-teriak menghina Islam, menghina Rasulullah.
“Yang mereka tuduh PII ini melakukan tindakan subversif, melawan pemerintah, kemudian dibawa ke kepolisian supaya ditahan,” tuturnya.
Puncaknya, kata Taufiq di Jawa Timur, ada masjid yang dibakar. Kemudian buku-buku yang dianggap anti pemerintah itu dilarang. [AW]