JAKARTA (Panjimas.com) – Wacana Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang menyatakan bahwa dana haji bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur di tanah air menimbulkan polemik dan pro kontra di masyarakat.
Agar wacana ini tidak menjadi bola liar, Pemerintah diminta responsif menjelaskan secara komprehensif dan rinci mengenai wacana penggunaan dana haji untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan tentunya harus berkonsultasi dengan Parlemen sebagai representasi rakyat terutama para calon jemaah haji. Untuk itu, dalam waktu dekat, Komite III DPD yang membidangi urusan agama termasuk penyelenggaraan haji akan memanggil Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin untuk menjelaskan niat Pemerintah ini.
“Komite III DPD banyak mendapat pertanyaan dari publik soal niat Pemerintah ini. Makanya, dalam waktu dekat kita akan panggil Menag untuk menjelaskan hal ini,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (19/1).
Fahira mengharapkan, keinginan pemerintah menggunakan dana haji untuk pembiayaan infrastruktur tidak menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat, karena saat ini, berbagai penolakan terhadap wacana ini sudah bermunculan baik dari Parlemen maupun masyarakat luas. Jika Pemerintah tetap bersikukuh merealisasikan rencana ini, lanjut Fahira, maka Pemerintah harus bisa menyakinkan publik bahwa baik dari sisi regulasi maupun kepantasan, wacana ini layak direalisasikan, termasuk seperti apa skema pembiayaannya.
“Pemerintah harus paparkan manfaat apa yang didapat jemaah haji jika dananya dipakai untuk bangun infrastruktur. Apakah kebijakan ini punya dampak terhadap pelayanan haji termasuk mampu mewujudkan ongkos naik haji yang lebih terjangkau atau malah tidak ada hubungannya sama sekali,” tukas Senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, selama pemerintah tidak mampu menyakinkan publik bahwa wacana ini pantas dan layak direalisasikan, jangan coba-coba gunakan dana haji untuk kepentingan lain diluar kepentingan penyelenggaraan haji. Mungkin publik bisa menerima jika dana haji dipakai buat investasi yang ada hubungannya dengan pelayanan haji misalnya untuk membeli pesawat.
“Pertanyaan sederhana saja, pantas tidak dana dari umat yang mungkin dia dapat dari jual sawah, dari jual ternak, atau ditabung bertahun-tahun untuk naik haji dipakai negara untuk bangun infrastruktur? Kalau pemerintah bisa menjelaskan dengan jelas, jernih, rasional dan komprehensif serta dapat diterima publik bahwa hal ini pantas, silahkan realisasikan. Namun jika tidak, saran saya sebaiknya dipikirkan kembali niat ini,” tegas Fahira.
Argumen Pemerintah yang meyakini bahwa selama dana haji diinvestasikan ke proyek infrastruktur yang bagus pasti akan memberikan imbal hasil atau keuntungan serta tingkat return yang bagus juga sangat debatable.
“Kalau memang pemerintah mempunyai banyak daftar proyek infrastruktur yang bagus dan pasti memberikan keuntungan, harusnya para investor sudah berbondong-bondong menanamkan modalnya di situ. Makanya, menjadi pertanyaan kenapa sampai ada niat dana haji dimanfaatkan untuk infrastruktur. Apakah ini bentuk ketidakberhasilan pemerintah menarik investasi?” pungkas Fahira. [AW]