SEMARANG (Panjiimas.com) – Meski sudah menandatangani pernyataan pembatalan Pork Festival (Festival Makan Babi) di Mall Sri Ratu, Semarang, Firdaus Adi Negoro, Ketua Panitia Pork Festival Semarang, mengaku akan tetap menggelar acara dengan mengganti tema.
Pork Festival yang sudah dua kali digelar di Semarang mendapat penolakan dari Forum Umat Islam Semarang (FUIS). Tuduhan intoleran dari beberapa pihak sangat disayangkan, Untuk itu Danang, Ketua FUIS meminta beraudiensi dengan pihak panitia Pork Festival dengan difasilitasi Polres Semarang agar menghasilkan kesepakatan dan saling toleransi.
Sedianya acara audiensi digelar pada Jum’at (20/1/2017) jam 13.00 WIB siang, mendadak Kapolres Semarang meminta diajukan menjadi jam 10.00 WIB pagi. Menurut Danang, pengajuan jadwal audiensi dikarenakan Kapolres Semarang akan ada acara.
“Kita umat Islam merasa tersakiti dengan tema festival kuliner babi di tengah mayoritas masyarakat Muslim Semarang. Kami minta audiensi ke Polres Semarang, tapi mendadak diajukan jam 10.00 WIB. Kemudian hasil audiensi memperoleh kesepakatan bahwa Pork Festival dibatalkan,” kata Danang pada Panjimas.com lewat telponnya, sabtu (21/1/2017).
Danang merasa kaget ketika Firdaus, Ketua Panitia Pork Festival mengaku sebagai mantan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) angkatan tahun 1993. Danang tak habis pikir, seorang yang mengaku Islam justru menjadi ketua panitia acara festival yang menjajakan makanan berbahan babi yang jelas diharamkan dalam Islam.
“Yang dari panitia itu Firdaus Adi Negoro yang katanya dia itu mantan HMI, ngeri itu mas. Mantan HMI yang tahun 1993 itu yang jadi ketuanya, dia ngaku di situ seperti itu, mantan HMI,” ujarnya.
Meski sudah mendapatkan kesepakatan pembatalan Pork Festival, namun FUIS menyetujui jika acara masih bisa digelar. Hanya tema acara diganti dengan perayaan Imlek dengan kesepakatan jika ada pengunjung muslim, pihak panitia bersedia melarang masuk dalam acara tersebut.
“Memang stand penjualan Babi tetap ada, karena di Perda tidak diatur pelarangan menjual Babi tidak bisa. Itu hak masing-masing orang berjualan, maka agar saling menghormati dan toleransi maka Pork Festival itu diubah menjadi namanya Perayaan Imlek,” tandasnya. (SY)