SOLO (Panjimas.com) – Ketua Badan Perancang Peraturan Daerah (BP2D) Kota Solo, Putut Gunawan, merasa kesulitan menelurkan Raperda Anti Miras di Kota Solo. Ditemui Ormas Islam dan Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), Putut menjelaskan rumitnya membuat Perda.
“Dengan terbitnya PP Permendagri no 80 tahun 2016 tentang tata cara peraturan hukum daerah, ada beberapa hal secara teknis pemerintah daerah kabupaten atau kota tidak bisa leluasa yang kita inginkan untuk merancang peraturan daerah,” kata Putut di hadapan rombongan Ormas, Jum’at (20/1/2017).
Putut Gunawan yang berasal dari Fraksi PDIP itu mengatakan bahwa Produk Hukum Daerah harus menginduk dan tidak bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi.
Selain itu, Kata Putut dalam hal prosedur bahwa setiap produk hukum daerah terutama Perda, harus melalui proses fasilitasi Pemerintah Propinsi.
“Artinya harus didaftar ke Propinsi, dalam beberapa hal ada catatan bahwa untuk disesuaikan dengan perundangan yang berlaku. Jika tidak, kalau nanti diterbitkan akan dibatalkan oleh Gubernur,” ujarnya.
Terkait Perda Anti Miras, Putut mengingatkan bahwa dulu merupakan usulan dari Badan Eksekutif (Walikota), kemudian mengalami deadlock dalam pembahasan. Menurut Putut hal itu harus dikembalikan ke pengusul yakni Walikota.
“Saya kira beberapa hal itu, yang menjadi perhatian bersama, pada prinsipnya kami mewakili BP2D sangat menerima masukan dari masyarakat. Tetapi untuk memproses masukkan menjadi rancangan produk hukum harus mengalami eskalasi- eskalasi yang harus sesuai prosedur Undang Undang. Jadi yang menjadi persoalan ini adalah, didalam ketentuan perundang-undangan tata kerja DPRD belum ada pasal yang bisa digunakan sebagai landasan meloloskan secara langsung usulan masyarakat menjadi rancangan undang-undang,” jelasnya.
Secara hirarki Putut menjelaskan, yang pertama usulan dari pihak Eksekutif atau Legislatif ada 7 Anggota DPRD minimal dua fraksi. Setelah diusulkan ke pimpinan DPRD, didiskusikan dengan BP2D, dikaji untuk dibikinkan nota penjelasan ke Walikota guna minta persetujuan dan seluruh anggota DPRD. Baru setelah itu, diajukan ke Kemenkumham. (SY)