BEKASI (Panjimas.com) – Isu seputar penghinaan terhadap lambing negara, saat ini begitu gencar diberitakan. Hal itu menyusul adanya pengibaran bendera merah putih yang ditulisi aksara arab saat Aksi Bela Ulama 161, di depan Mabes Polri, di Jalan Trunojoyo No 3, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/1/2017).
Polisi begitu sigap menangani masalah tersebut. Hingga, hanya berselang beberapa hari, Polda Metro Jaya berhasil menangkap seorang pemuda bernama Nurul Fahmi (NF), yang diduga melakukan pengibaran bendera tersebut.
“Kita tangkap seorang pria berinisial NF di Pasar Minggu,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, di Jakarta, Jumat (20/1/2017). (Baca: Polda Metro Tangkap Pembawa Bendera Merah Putih Bertuliskan Arab)
Dia mengatakan, pria yang membawa bendera Indonesia berimbuhan huruf Arab itu ditangkap petugas di wilayah Jakarta Selatan pada Kamis malam (19/1).
Dalam Pasal 68 UU 24/2009 disebutkan sanksi bagi yang menodai lambang negara, “Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Kasus penghinaan lambang negara yang diatur dalam Undang Undang No 24 Tahun 2009 pun bukan delik aduan, sehingga polisi bisa langsung mengusut tanpa perlu menunggu laporan dari masyarakat.
Namun yang menjadi pertanyaan besar, mengapa baru-baru ini aparat kepolisian sangat sigap mencari hingga menangkap orang yang diduga melakukan penghinaan terhadap lambang negara?
Padahal, aksi pengibaran bendera merah putih yang dicorat-coret dengan berbagai simbol dan tulisan sebelumnya pernah terjadi.
Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Bekasi Raya pernah melaporkan acara Festival Kuliner Lintas Iman, yang saat itu ditengarai telah menodai lingkungan Masjid Agung Al Barkah. (Baca: Astaghfirullah, Kristen HKBP, Syiah dan Ahmadiyah Gelar Festival di Depan Masjid Agung Al-Barkah)
Sekjen ANNAS Bekasi Raya, Abdul Malik Akbar angkat bicara, bahwa pada saat kegiatan Festival Kuliner Lintas Iman, sebenarnya juga terjadi pelanggaran pelecehan terhadap simbol negara.
“Penghinaan bendera merah putih yang saat ini menjadi buah bibir sebenarnya sudah pernah terjadi ketika itu dilakukan Komunitas OASE, sebuah komunitas penganut aliran sesat Syiah yang dikoordinatori oleh Emilia Renita AZ. Komunitas OASE melakukan penghinaan dengan menjadikan bendera merah putih sebagai background dibubuhi tulisan logo komunitasnya,” kata Abdul Malik kepada Panjimas.com, Jum’at (20/1/2017).
Ia mengungkapkan, peristiwa itu terjadi dalam kegiatan Festival Kuliner Lintas Iman, di alun-alun Kota Bekasi, yang berada tepat di depan Komplek Masjid Agung Al-Barkah.
“Publik baru tersadar pada peristiwa ‘Festival Kuliner Lintas Iman’ yang digelar secara Ilegal oleh komunitas lintas iman yang salah satu pesertanya, selain Ahmadiyah dan HKBP, adalah OASE pada 17 Januari 2016 di Alun Alun Bekasi depan Masjid Agung Al Barkah,” ujarnya.
ANNAS Bekasi Raya, saat itu mendesak aparat kepolisian menangkap panita Festival Kuliner Lintas Iman ditangkap, karena ilegal, dinilai melecehkan keagungan Masjid Al Barkah dan meresahkan. (Baca: Tak Kantongi Surat Izin, Ajaran Sesat Syiah, Ahmadiyah dan HKBP Berani Lecehkan Masjid Agung Bekasi)
Bahkan, Walikota Bekasi, Rahmat Efendi pun ikut turun tangan ketika delegasi ANNAS menyampaikan protes kegiatan tersebut.
Saat itu Rahmat Effendi menegaskan bahwa dirinya tidak akan sedikit pun memberikan toleran terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak punya dasar dan payung hukum. Dan hal itu berlaku terhadap siapapun juga. (Baca: Ini Tanggapan Walikota Bekasi Terkait Festival Kuliner Lintas Iman)
Setahun berlalu, hingga kini, tak terdengar kabar kasus Festival Kuliner itu ditindaklanjuti aparat kepolisian. (Baca: ANNAS Minta Polisi Tangkap Panita Festival Lintas Iman)
Oleh sebab itu, ANNAS Bekasi Raya meminta aparat bertindak adil dalam menyikapi berbagai perkara dan tidak pandang bulu.
“Kepolisian diharapkan dapat bersikap adil dan menunjukkan integritasnya sebagai penegak hukum di Republik ini. Apabila tidak diselesaikan dari akarnya akan membuat kegaduhan makin berlanjut dan makin membesar,” tutupnya. [AW]