JAKARTA (Panjimas.com) – Sejumlah Delegasi GNPF-MUI dalam Aksi Bela Ulama 161 yang dikawal puluhan ribu Umat Islam, akhirnya tiba di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo No.3, Jakarta Selatan.
Para delegasi perwakilan Aksi Bela Ulama yang masuk menemui petinggi Polri, diantaranya; H Munarman, Habib Muchsin Alatas, Habib Abdullah, Ustadz M Al-Khaththath, Mursalin, KH Misbahul Anam, Mirza, Ibu Nelly, Ibu Nurdiati Akma, Samsidar Aisyiah, Hj Umroh MPI, KH Baidlowi dari MUI, Ustadz Alfian Tanjung, Ustadz Muhammad Abdul Hadi, KH Abdul Kohar, Asep Syarifudin, Joko dari KBPII dan lain-lain.
Sayangnya, para delegasi yang terdiri dari para ulama dan aktivis Islam itu tak ditemui langsung oleh Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian, dengan alasan sedang rapat. Mereka hanya ditemui oleh Karopenmas, Kombes Rikwanto.
H Munarman SH yang ditunjuk sebagai juru bicara delegasi, menyampaikan beberapa hal terkait maksud dan tujuan mereka mendatangi Mabes Polri.
Pada kesempatan tersebut, Munarman menyampaikan protes keras, hal itu lantaran Kapolda Jabar dipersepsikan telah melakukan upaya-upaya adu domba antar masyarakat. Padahal tugas polisi sejatinya tidak seperti itu, sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Kepolisian.
“Kami melihat apa yang disampaikan Kapolda Jabar melanggar kode etik, seperti rangkap jabatan menjadi pembina Ormas. Saat pemeriksaan Habib Rizieq ada pembiaran aparat terhadap yang terjadi peserta aksi damai. Kami akan laporkan ke Propam,” kata Munarman di Mabes Polri, Senin (16/1/2017).
Kemudian, Munarman mengingatkan sekaligus menghimbau agar tidak ada upaya kriminalisasi dan upaya yang mengarah pada kekerasan terhadap ulama dan umat Islam.
“Seperti di Sintang, ada sejumlah oknum masyarakat yang menghadang Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnain. Sebelumnya di Kalimantan juga ada upaya penghadangan dengan senjata terhadap petinggi FPI. Sementara ketika ulama yang dilaporkan seperti Habib Rizieq, saya sendiri (Munarman) hari ini di Bali melaporkan saya,” ungkapnya.
Munarman mengungkapkan adanya ketidakadilan hukum kepada umat Islam. Oleh sebab itu ia berharap polisi bersikap profesional, terpercaya, mendukung dan mengayomi seluruh aspirasi masyarakat.
Sementara itu, Ustadz Alfian Tanjung yang merupakan salah satu delegasi Aksi Bela Ulama mempertanyakan, mengapa polisi terkesan diam dengan adanya dugaan logo mirip PKI di mata uang rupiah.
“Kita berharap polisi bisa punya perhatian yang serius dalam kasus ini. PKI bangkit dalam bentuk PKI, saya punya AD/ART PKI yang terbaru. Oleh karena itu kami mengajak polisi bisa bekerjasama dalam hal ini,” ujarnya.
Selanjutnya, Ketua Pimpinan Pusat Forum Silaturahim antar Pengajian (PP FORSAP), Hj. Nurdiati Akma mengungkapkan, bahwa masyarakat membutuhkan FPI yang kini tengah dizalimi.
“Saya hari ini sakit, tapi melihat video yang begitu jahat kepada ustadz dan santri saya hadir kesini. Kenapa polisi tidak membantu FPI? Meski dicitrakan buruk media, tapi kami butuh FPI, anak-anaknya shalih apalagi ulamanya. Habib Rizieq dimata kami seperti Umar bin Khattab. Kami cinta anak-anak FPI. Mohon keadilan hukum terhadap masyarakat,” tuturnya.
KH Misbahul Anam, Wakil Ketua GNPF-MUI mempertanyakan pihak Polri, mengapa kasus ijazah palsu Sukmawati Soekarnoputri, tidak ada kabar kelanjutan proses hukum terhadap yang bersangkutan.
“Kami menanyakan kasus pelaporan ijazah palsu Sukmawati. Kenapa itu belum diproses padahal itu hukumnya berat. Jangan sampai masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan hukum,” tegasnya.
Menanggapi laporan tersebut, Rikwanto berjanji akan menyampaikannya kepada Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian.
“Kami sudah mencatat semua masukan ini akan kami sampaikan kepada pimpinan. Kami akan bahas, mohon waktu untuk menyelesaikan laporan ini,” ucapnya. [AW/SF]