BATAM (Panjimas.com) – Delapan orang warga negara Indonesia ditolak masuk ke Singapura karena menyimpan sejumlah gambar terkait terorisme di telepon genggam mereka, sehingga negara itu mendeportasinya ke Batam, Kepulauan Riau.
“Imigrasi Singapura mencurigai kedelapan orang ini saat hendak masuk dari Malaysia. Dalam pemeriksaan ditemukan sejumlah gambar dalam ponsel yang menurut otoritas Singapura berkaitan dengan terorisme. Akhirnya mereka di serahkan ke imigrasi Malaysia dan dideportasi ke Batam pada Selasa (10/1),” kata Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian di Batam, Rabu.
Delapan terduga teroris yang dideportasi dari Malaysia ke Batam berinisial Fh, Ada, Ak, Saat, Io, MH, Reh dan Hap berasal dari Bukit Tinggi Sumatera Barat. Mereka masuk ke Malaysia menggunakan angkutan penerbangan.
“Saat ini masih menjalani pemeriksaan oleh Anggota Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Diketahui salah satu dari mereka yang berinisial Reh pernah bergabung dengan grup WhatsApp radikal,” kata dia.
Kapolda menjelaskan kedelapan orang itu merupakan santri dan ustad dari Pondok Pesantren Darul Hadis yang beralamat di Jalan Kamang Tengah, Kecamatan Empat Angket, Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Mereka tiba di Kuala Lumpur Malaysia, Selasa, 3 Januari 2017 dengan penerbangan dipimpin oleh Reh untuk menjalani pengobatan dan belajar agama di Pattani, Thailand.
Hari pertama, mereka mengunjungi Rumah Sakit Mahkota Medical Center, Malaka untuk berobat telinga. Rombongan menginap selama dua hari di rumah Zaidi, warga Malaysia sahabat Reh.
Selanjutnya, 5 Januari 2017 mereka melanjutkan perjalanan ke Perlis melalui Kuala Lumpur. Dalam perjalanan, rombongan bertemu dengan Kamil, warga negara Singapura yang sedang belajar di Madrasah Darul Quran Wal Hadis di Perlis Malaysia.
Rombongan meneruskan perjalanan menuju Pattani, Thailand pada 7 Januari dengan tujuan mencari madrasah untuk studi banding mengenai sistem pendidikan di Pattani.
“M hendak bertemu dengan Imam Masjid Pakistan di Pattani, Ustad Zainuddin yang sering mengisi kajian agama di Indonesia,” kata dia.
Ustad Zainuddin mengenalkan mereka dengan Rektor Universitas Fatoni universitas Pattani Thailand, Profesor Ismail Lutfi Japakiya.
Pada 8 Januari 2017, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Perak menggunakan bus, selanjutnya rombongan bergerak menuju ke Johor Baru Malaysia. Di Johor mereka bertemu dengan Hisham, seorang warga negara Singapura di Masjid Annur Larkin.
“Hisham merupakan sahabat Reh. Keduanya pernah belajar bahasa Arab di Mesir, pada 2005,” kata Sam.
Senin, 9 Januari 2017, sekitar pukul 03.00 waktu Singapura, rombongan tiba di Woodlands, Singapura untuk menginap satu malam.
“Namun petugas Imigrasi Singapura curiga dan melakukan pengecekan secara intensif pada rombongan ini. Termasuk, mengecek ponsel. Hasil pemeriksaan petugas imigrasi Singapura menemukan ada foto bendera ISIS dan rangkaian gambar membuat bom sandal dan gambar radikal di ponsel Reh,” kata Sam.
Berdasarkan temuan tersebut, petugas Imigrasi Singapura menolak dan mendeportasi kembali ke Malaysia. Pihak Imigrasi Malaysia mendeportasi ke Indonesia melalui Pelabuhan Internasional Batam Center, Batam.
“Pemerintah Malaysia tidak memproses hukum, karena akan lebih baik jika kasus ini ditangani oleh pemerintah Indonesia sendiri,” kata Sam. [AW/Antara]