BIMA, (Panjimas.com) – Banjir bandang yang melanda sebagian besar kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Rabu, 21 Desember 2016 masih menyisakan duka yang mendalam.
Meski bantuan logistik banyak diberikan dari berbagai lembaga sosial, namun bantuan masih dirasakan masih sangat kurang, terlebih bantuan dari segi pendidikan.
Hal demikian disampaikan oleh salah satu relawan Baitul Maal Hidayatullah (BMH), Akbar saat berdiskusi dengan salah satu lembaga kemanusiaan Indonesian Humanitarian Relief (IHR) di pesantren Hidayatullah Kota Bima, Jl. Imam Bonjol, Kampung Salama, Kel. Nae, Kec Rasanae Barat, Kota Bima, Senin (09/01) pagi.
“Ini kebutuhan anak-anak sekolah di sini memang hampir lumpuh total. Karena setelah kita silaturahmi ini anak-anak banyak yang ngeluh itu,” ungkap Akbar kepada Ibrahim salah satu anggota IHR yang datang untuk memberikan donasi kepada korban banjir di Kota Bima.
Baim, sapaan akrab Ibrahim menuturkan bahwa sumbangan tersebut diinginkan fokus kepada sembako dan pendidikan seperti seragam sekolah. Namun, minimnya akses mendapatkan seragam sekolah tersebut dinilai menjadi hambatan.
“Kalo seragam volumenya agak cukup besar, kita juga harus tau kondisi riilnya. Kalo seragam sulit, kecuali kita beli di barat, Jakarta iyi nanti baru dikirimkan paket. Kelemahannya itu mencari seragam di sini. Karena toko-toko juga kena semua,” jelas Akbar melalui rilis yang diterima Panjimas.
Akbar juga menceritakan bahwa telah menyalurkan 100 paket berupa peralatan tulis dan sembako.
“Kemarin itu 100 paket alat tulis. Buku, bolpoin, pensil. Sembakonya 5 kg beras, gula 1 kilo, minyak 1 liter, mie cuma 5,” ungkapnya yang juga didampingi oleh pengajar Pesantren Hidayatullah Kota Bima, Khoirul Huda.
Rencananya, bantuan dari IHR akan disalurkan kepada beberapa wilayah yang masih belum terjangkau oleh bantuan, seperti Kecamatan Dara dan Kecamatan Penaraga.
“Ada beberapa kelurahan yang nanti kurang terjangkau yang akan kita bagikan bantuan itu,” tambah Khoirul Huda.
Untuk diketahui, IHR merupakan lembaga kemanusian yang berada di bawah asuhan Bahtiar Natsir yang juga Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).