SURABAYA (Panjimas.com) – PDM Muhammadiyah Kota Surabaya gelar tabligh akbar spesial, Ahad (25/12/2016). Kajian Ahad Pagi di Masjid Sudirman disulap menjadi Tabligh Akbar Ahad Pagi Pencerah dengan tema “Islam, NKRI dan Kebhinnekaan dalam Perspektif Keadilan”.
Tabligh Akbar ini diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya bekerjasama dengan GNPF MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI). PDM Surabaya mengundang Ustadz Zaitun Rasmin sebagai pemateri utama.
Ustadz Zaitun yang merupakan Wasekjen MUI dan sebagai Wakil Ketua GNPF dihadirkan secara khusus dari Jakarta untuk membangkitkan Spirit 212 di Surabaya. Spirit 212 adalah semangat untuk bersatu dalam memperjuangkan agama Islam dan NKRI yang terinspirasi dari Aksi Super Damai 212 yang lalu. Menurut Ustadz Zaitun yang juga Ketua Umum Wahdah Islamiyah ini, Spirit 212 adalah anugerah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Beliau sampaikan bahwa dibalik kasus Ahok ini ada hikmah yang sangat besar. Tidak ditangkapnya Ahok justru menyadarkan umat. Bukan hanya Surat Al Maidah 51 yang menjadi perhatian. Surat Al Maidah ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang hukum Allah pun kembali dipelajari.
Tak hanya itu, tentang lahirnya generasi seperti yang Allah sebut dalam Surat Al Maidah 54 menjadi penyemangat tersendiri. Generasi yang Allah cintai, yang berjihad, dan tidak takut celaan manusia.
Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci. (QS Al Maidah, 5:54)
Tantangan berikutnya menurut beliau adalah bagaimana mengolah dan mengelola energi Allah dibalik kasus tersebut. Inilah saatnya kembali memperjuangkan hukum Allah. Hukum Allah adalah hak dan kewajiban bagi umat Islam. Hanya hukum Allah yang paling adil, dan hanya keadilan yang menjadikan NKRI tetap aman.
Terkait dengan NKRI dan kebhinnekaan, beliau dengan lantang mengatakan, “Wahai para pemimpin negeri! Wahai para tokoh-tokoh umat Islam maupun non muslim. Wahai para anak bangsa yang mempunyai kepedulian pada negeri ini! Kalau kalian tidak mau menegakkan hukum yang adil atas negeri ini yang mayoritas muslim, maka keutuhan NKRI kebhinnekaan kita akan selalu terancam,” ucapan beliau ini kemudian diikuti dengan pekik takbir bersahut-sahutan dari para hadirin.
Beliau melanjutkan, “Karena yang bisa menjaga kita adalah hukum yang adil, dan itu tidak ada selain bersumber pada hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala,”
Di akhir kajian Ustadz Zaitun mengingatkan tentang pentingnya kederisasi bagi semua ormas Islam. “Kaderisasi harus tetap dihidupkan kembali, seluruh ormas Islam harus melanjutkan kaderisasinya. Mungkin tidak perlu ada kaderisasi GNPF, tapi kaderisasinya melalui setiap ormas Islam, setiap yayasan Islam, setiap lembaga Islam.”
Beliau lanjutkan lagi, “Harus lahir mujahid-mujahid dakwah yang banyak dan berkualitas di setiap ormas Islam. Siap terjun ke mana pun, ke desa-desa apalagi ke kota-kota.” Himbauan beliau ini kembali disambut pekikan dan gemuruh takbir bersahut-sahutan.
“Harus lebih banyak lagi da’i-da’i, murabbi-murabbi yang kita lahirkan,untuk menjaga umat kita. Jaga aqidahnya, jaga ibadahnya, jaga akhlaqnya, maka harus lahir mujahid dakwah”, lanjut beliau dengan nada suara cukup tinggi penuh semangat.
Beliau menegaskan bahwa jihad yang dimaksud adalah perjuangan yang sungguh-sungguh dalam menegakkan dien. “Jangan diartikan sempit jihad itu hanya mengangkat senjata.”
“Mengangkat senjata dalam artian perang, tidak selamanya harus kita lakukan.” Beliau mengingatkan bahwa jihad yang kita lakukan saat ini adalah jihad dakwah.
Beliau juga mengingatkan agar umat Islam jangan mudah terpancing, “Spirit 212 adalah spirit perjuangan damai dan konstitusional. Jangan mudah terpancing.” Ini seperti yang terjadi pada Aksi Damai Bela Islam tanggal 4 November yang lalu.
“Yakinlah dengan damai in syaa Allah kita bisa menang,” terangnya.
Kemudian beliau ceritakan kisah Usamah bin Zaid dan Al Izz bin Abdus Salam yang mendapatkan kemenangan tanpa pertumpahan darah.
Ketua Ikatan Ulama dan Da’i se-Asia Tenggara ini juga menganalogikan kondisi sekarang seperti pembagian bab-bab dalam fiqih. Fase yang kita lalui ini seperti bab Inkarul Munkar, dan bukan bab Qital (angkat senjata). Meskipun keduanya sama-sama jihad. Beliau bawakan hadits “Afdhalul jihad kalimatu haqqin inda sulthaanin jaa’ir”. Sebaik-baik jihad adalah menyampaikan kebenaran di hadapan pemimpin yang dzalim. [DP]