JAKARTA, (Panjimas.com) – Cita-cita untuk memiliki perlindungan hukum terkait tata kelola internet yang paripurna kembali gugur. Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang seharusnya menjadi momentum perubahan untuk menciptakan regulasi pemanfaatan teknologi yang berperspektif Hak Asasi Manusia justru membatasi aktifitas masyarakat sipil di dunia maya.
Meskipun telah melalui dua kali rapat kerja dan lima kali rapat panitia kerja komisi 1 DPR, pembahasan RUU perubahan ITE masih menghasilkan regulasi yang berpotensi melanggar kebebasan berekspresi pengguna internet dan kemunduran dalam hukum acara pidana.
Namun point penting dalam perubahan RUU sejatinya belum sepenuhnya menjawab kebutuhan dan dukungan atas pertumbuhan informasi dan teknologi digital hasil akhir amandemen tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan inti yang lahir dari UU ITE hari ini.
Di sisi lain, LBH Pers mencatat banyak pasal pasal di dalam RKUHP yang berpotensi melanggar kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers, seperti Pasal 328-329 tentang contempt of court 284 tentang penghinaan terhadap pemerintah, 290 tentang penghasutan untuk melawan penguasa umum, Pasal 381 tentang mengakses komputer dan sistem elektronik tanpa hak, Pasal 407 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara.
Tidak hanya itu, Pasal 302 tentang penyadapan, Pasal 309-310 tentang penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti, Pasal 469-473 tentang pelanggaran kesusilaan di muka umum, Pasal 481 tentang mempertunjukkan pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan, Pasal 541-548 tentang penghinaan pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 551 tentang tindak pidana pembocoran rahasia, Pasal 644 tentang penyiaran berita bohong untuk keuntungan, dan Pasal 771 tentang tindak pidana penerbitan dan percetakan. LBH Pers menilai bahwa pasal pasal tersebut berpotensi mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Oleh karenanya, dalam rangka melawan keterpurukan kesejahteraan pers dan adanya ancaman terhadap pers selama tahun 2016, LBH Pers menggelar acara Catatan Akhir Tahun dengan mengusung tema “Era Jokowi Kebebsan Pers Memburuk” di Kantor LBH Pers, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2016).
Dalam pemaparannya, Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk memperhatikan bahwa pentingnya kebebasan pers dan perlindungan jurnalis di negara demokrasi.
Ia juga mendesak anggota DPR ri untuk lebih teliti dan hati-hati dalam membahas peraturan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan berekspresi. ”Karena, kebebasan pers adalah syarat mutlak untuk negara demokrasi.” tandasnya. [DP]